Pemerintah dinilai perlu untuk memperbanyak sosialisasi program asuransi pertanian tani padi mengingat pengelolaan sektor pertanian di Tanah Air masih dihadapkan kepada sejumlah permasalahan terkait produksi dan produktivitas hasil panen.Program asuransi pertanian tani padi kurang disosialisasikan kepada para petani. Padahal sektor pertanian, termasuk di Indonesia, terus dihadapkan pada tantangan terkait produksi dan produktivitas
"Program asuransi pertanian tani padi kurang disosialisasikan kepada para petani. Padahal sektor pertanian, termasuk di Indonesia, terus dihadapkan pada tantangan terkait produksi dan produktivitas," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania, di Jakart, Senin.
Menurut dia, salah satu tantangan yang paling nyata adalah perubahan iklim yang menyebabkan tertundanya musim panen dan juga ancaman gagal panen. Perubahan iklim juga sudah mengakibatkan beberapa hal, seperti banjir, kekeringan, hama hingga penyakit tanaman.
Ia berpendapat bahwa program itu merupakan solusi untuk mengompensasi kerugian yang dapat ditimbulkan oleh dampak dari berbagai tantangan pada sektor pertanian nasional.
"Program tersebut memberikan perlindungan terhadap risiko ketidakpastian dengan menjamin petani mendapatkan modal kerja untuk berusaha tani dari klaim asuransi. Sayangnya, karena masih jarang disosialisasikan, program ini masih minim peminat. Selain itu, sulitnya mengubah pola pikir petani juga merupakan hambatan untuk mengimplementasikan program ini," katanya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan per 31 Juli 2019, baru sekitar 392.649 hektar lahan yang terlindungi program itu. Jumlah ini setara dengan 39,26 persen dari target 1 juta hektar lahan di 27 provinsi. Jumlah petani yang mengikuti program ini tercatat sebanyak 676.455 orang.
Sementara itu jumlah premi yang sudah dibayarkan sebanyak Rp70,67 miliar dan jumlah klaim yang sudah dibayarkan mencapai Rp10,94 miliar.
Galuh juga mengemukakan bahwa sosialisasi untuk program ini perlu terus ditingkatkan untuk menumbuhkan angka partisipasi petani.
Sosialisasi, lanjutnya, sebaiknya juga tidak hanya fokus pada manfaat dari program itu tetapi juga syarat dan ketentuan yang mengikat dalam asuransi. Persyaratan terkait pengajuan kepesertaan dan klaim asuransi itu juga sebaiknya disederhanakan agar mudah dipahami.
"Asursnsi merupakan salah satu program penting dalam program perlindungan sosial untuk petani, selain Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Program Keluarga Harapan (PKH)," katanya.
Untuk itu, pemerintah perlu mengintensifkan berbagai upaya terkait sosialisasi program tersebut. Pemerintah juga seharusnya melakukan evaluasi dan kajian lebih lanjut terhadap mekanisme asuransi saat ini. Program peningkatan kapasitas untuk pihak-pihak yang terlibat langsung dalam program ini juga penting untuk memperbaiki kualitas layanan, kataGaluh.
CIPS memandang pemerintah perlu memperluas jangkauan asuransi dari petani padi ke petani komoditas pangan lainnya. Pemerintah perlu membentuk kemitraan tambahan dengan perusahaan asuransi swasta dengan tujuan untuk melengkapi jangkauan PT Jasindo di seluruh Indonesia.
Galuh menambahkan, pemerintah patut mempertimbangkan penggunaan asuransi pertanian sebagai kesempatan berinvestasi bagi perusahaan-perusahaan tersebut. Dengan begitu, pemerintah bisa mengurangi beban subsidi premi asuransi secara bertahap dan mengalihkannya untuk memperbaiki kualitas layanan program tersebut.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran berasuransi masyarakat karena dapat berkontribusi terhadap pembangunan infrastruktur di Tanah Air.
Menurut Lucky, kesadaran berasuransi masyarakat Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara tetangga dan menjadi pekerjaan rumah bersama baik bagi pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan, dan juga masyarakat itu sendiri.
Baca juga: Petani dan peternak bisa tidur nyenyak karena asuransi
Baca juga: Petani terdampak puso, bisa ajukan klaim asuransi
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019