Pada turnamen dua tahunan ini Indonesia harus puas menduduki posisi empat klasemen perolehan medali dengan 72 emas, 83 perak dan 111 perunggu.
Tuan rumah Filipina memuncaki daftar dengan 149 emas, 117 perak dan 119 perunggu.
Meski di bawah Filipina, Thailand dan Vietnam, kontingen Indonesia pimpinan Harry Warganegara memecahkan beberapa rekor, mulai dari pemecahan rekor target tiga pihak dari Menpora Imam Nahrawi, NOC Indonesia hingga Presiden Joko Widodo.
Target medali dari Menpora Zainudin Amali adalah 45 emas, NOC Indonesia menyasar 54 emas dan terakhir Presiden Jokowi meminta 60 emas. Target medali dituntaskan meskipun pada SEA Games ini Indonesia menurunkan kekuatan yang 60 persen di antaranya adalah atlet muda.
Tidak hanya rekor perolehan medali, beberapa cabang olah raga telah gilang gemilang untuk mempersembahkan kembali emas setelah bertahun-tahun lepas dari Indonesia, antara lain bola voli yang membuat kejutan.
Baca juga: Indonesia gagal raih medali emas sepak bola, takluk 0-3 dari Vietnam
Butuh 10 tahun untuk kembali mendapatkan emas bola voli. Timnas putra Indonesia terakhir kali merebut emas cabang olah raga ini pada SEA Games 2009 Laos.
Yang juga patut mendapatkan catatan adalah pelatih yang mengarsiteki timnas Merah Putih ini masih sama yaitu Li Qiujiang yang akrab dipanggil Mr Li.
"Indonesia meraih emas setelah empat SEA Games. Terakhir 2009. Lawan Filipina kita bermain bagus. Menang 3-0 saat penyisihan dan di final menang 3-0," kata Mr Li.
"Ini penantian 10 tahun, artinya ini kebanggaan untuk bangsa. Kecintaan terhadap bola voli meningkat dan dukungan masyarakat semakin bertambah sehingga sekarang tinggal bagaimana PBVSI bisa terus konsisten mendukung mereka ini," kata manajer bola voli Indonesia Sutjiadi Gunawan.
Pekerjaan rumah
Sayang, sukses bola voli putra tidak diikuti cabang olahraga yang juga didambakan lama oleh masyarakat Indonesia bisa merebut emas, yakni sepak bola.
Indonesia harus kembali menunggu dua tahun lalu setelah penantian emas sepak bola putra selama 28 tahun tak kunjung terwujud, padahal peluang sudah di depan mata untuk mengubah sejarah.
Baca juga: Peringkat perolehan medali SEA Games 2019 jelang penutupan
Sepak bola terakhir kali meraih emas SEA Games pada 1991 di stadion sama Indonesia menghadapi Vietnam Selasa malam kemarin, Rizal Memorial Stadium.
Jika 28 tahun lalu lawan Garuda adalah Thailand, maka tahun ini adalah Vietnam yang menjadi kekuatan baru sepak bola Asia Tenggara.
Tim asuhan Indra Sjafri berangkat ke stadion itu dengan penuh percaya diri meskipun pada fase grup kalah 1-2 dari Vietnam.
Pelatih asal Sumatera Barat itu mengaku sudah menyiapkan tim terbaik. Tapi apa daya, fakta di lapangan menunjukkan hal berbeda. Garuda Nusantara menyerah 0-3.
Semangat menyala yang sebelumnya membuncah, kini layu terbungkus kesedihan. Apalagi pada pertandingan bergengsi ini salah satu pemain terbaik Indonesia, Evan Dimas, menjadi korban keganasan lawan ketika pemain asal Surabaya ini ditarik lebih awal dari lapangan.
Suasana Rizal Memorial Stadium terasa dingin bagi pendukung Indonesia yang berbeda dari atmosfer yang menyelimuti pendukung lawan yang pada pertandingan yang disaksikan Menpora Zainudin Amali itu menguasai hampir semua tribun stadion. Banyak pendukung lawan yang datang langsung dari Vietnam.
Baca juga: Evan Dimas sudah maafkan Doan Van Hau
"Gol-gol dari set piece itu menjadi pekerjaan rumah kami. Sebenarnya sejak awal saya sudah memberitahu pemain soal keunggulan Vietnam di bola-bola atas," kata Indra usai pertandingan itu.
Dua gol Vietnam pada partai puncak sepak bola putra SEA Games 2019 itu memang berawal dari set piece.
Yang pertama datang dari sundulan Doan Van Hau setelah memanfaatkan umpan tendangan bebas. Yang kedua yang menjadi gol ketiga Vietnam, lagi-lagi dilesakkan Doan Van Hau dari set piece. Bola sepakan bebas sempat ditepis kiper Nadeo Argawinata, lalu dimasukkan Van Hau yang berada di depan gawang.
Menpora semangati timnas
Menpora yang menonton langsung laga ini langsung menyemangati tim yang mayoritas dihuni pemain-pemain muda antara 18-22 tahun itu di ruang ganti. Cukup lama pria asal Gorontalo itu bergabung dengan Indra Sjafri dan timnya.
"Saya sempat bertemu dengan pemain usai pertandingan, dan begitu kalah mereka belum bisa menerima sebab umurnya ada yang 18 tahun, serta rata-rata 21 tahun. Sehingga saya dorong jangan putus asa dan terus latihan," kata Zainudin.
Menpora mengaku sempat berbincang dengan pihak Vietnam terkait dengan sistem pembinaan olahraga di negara itu, termasuk sepak bola. Persiapan matang menjadi kunci utama dalam membangun sebuah tim yang kuat.
Baca juga: Target tercapai, timnas atletik tinggalkan Filipina dengan catatan
"Saya juga sempat ngobrol dengan Vietnam dan menteri olahraganya, bahwa persiapan mereka luar biasa, dan mereka sudah disiapkan 15 tahun yang lalu untuk sepak bola," kata Zainudin.
Seandainya emas sepak bola bisa dibawa ke Tanah Air maka akan sangat membanggakan insan sepak bola Indonesia. Dahaga selama ini bakal tersiram dengan emas meski target posisi dua klasemen perolehan medali SEA Games ini dari Presiden Jokowi tidak terpenuhi.
Mungkin "tidak juara enggak apa-apa, asal ada emas sepak bola". Namun apa daya, peluang itu lepas meski Indra Sjafri optimistis meraihnya.
Sesaat masuk final pelatih asal Sumatera Barat itu menghitung-hitung masa depannya di timnas. Indra mulai mengincar posisi pelatih timnas senior yang ditinggalkan Simon McMenemy.
"Saya siap kalau ditunjuk menjadi pelatih tim nasional,” kata Indra, Sabtu 7 Desember lalu.
Pelatih berusia 56 tahun itu menegaskan berpengalaman melatih yang mumpuni, baik pada level klub maupun tim nasional kelompok umur.
Baca juga: Menpora semangati pemain timnas U-22
Dia pernah membawa U-17 Indonesia menjuarai turnamen Asosiasi Sepak Bola Hong Kong (HKFA) U-17 pada 2012. Setahun kemudian dia mengantarkan Indonesia menjadi yang terbaik pada HKFA U-19.
Indra juga pernah membawa Indonesia juara Piala AFF U-19 pada 2013 dan Piala AFF U-22 edisi 2019.
Kedua gelar itu menjadi yang pertama bagi Indonesia sepanjang sejarah. Di tingkat Asia membawa timnas U-19 ke perempat final Piala Asia U-19 pada 2018.
Kejutan menembak
Pada beberapa SEA Games terakhir, prestasi cabang olah raga menembak tersendat.
Di Filipina tim yang dimanajeri Firtian Judiswadarta itu menjadi juara umum dengan mengemas tujuh medali emas yang antara lain dipersembahkan Vidya Rafika.
Atlet yang akrab dipanggil Vika ini masih berusia 18 tahun dan sudah memegang tiket tampil pada Olimpiade 2020 Tokyo, Jepang untuk nomor 10 M Air Rifle Putri, setelah berlaga pada Asian Shooting Championships Qatar 2019.
Baca juga: Ada Mr Li di balik kembalinya emas voli untuk Indonesia
Gadis kelahiran Depok, Jawa Barat, 27 Mei 2001 ini telah mengukir sejarah sebagai atlek menembak pertama Indonesia yang lolos Olimpiade Tokyo 2020 melalui babak kualifikasi. Dia meraih tiket ke Tokyo pada Kejuaraan Menembak Asia di Qatar 2019.
"Semoga hasilnya di Olimpiade akan memuaskan untuk Indonesia," kata anak pasangan M. Toyip dan mantan atlet menembak nasional I Gusti Ayu Putu Indra Dewi itu.
Sekjen PB Perbakin Firtian Judiswadarta bangga pada pencapaian tim Indonesia yang disebutnya menjadi bukti efektifnya pembinaan dan pemusatan latihan selama ini.
"Ini adalah hasil kerja keras tim mulai atlet, pelatih dan tim pendukung. Semoga hasil di sini bisa menjadi motivasi untuk raih prestasi lebih tinggi," kata Firtian.
Pada SEA Games sebelumnya, menembak hanya mendapatkan satu medali emas saja.
Hasil kali ini menjadi kenangan manis di tengah usaha Indonesia mengenjot prestasi olahraga.
Baca juga: Vietnam berulang-ulang latihan gol dari "set piece"
Pewarta: Bayu Kuncahyo
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2019