• Beranda
  • Berita
  • Kebijakan "Merdeka Belajar" diharapkan tingkatkan kualitas SDM

Kebijakan "Merdeka Belajar" diharapkan tingkatkan kualitas SDM

11 Desember 2019 15:12 WIB
Kebijakan "Merdeka Belajar" diharapkan tingkatkan kualitas SDM
Anggota Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian. (FOTO ANTARA/Ist)

Selain empat program pokok kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar", ada dua hal lagi yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah, yaitu penyederhanaan kurikulum (jumlah mata pelajaran) dan pengarusutamaan pendidikan vokasi

Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Golkar Dr Hetifah Sjaifudian berharap kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar" yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).

"Kami mengapresiasi kebijakan baru Kemendikbud dengan empat program pokok kebijakan pendidikan 'Merdeka Belajar' yang baru saja diluncurkan. Kami harapkan kebijakan itu benar-benar mampu menjadi arah pembelajaran yang fokus pada meningkatkan kualitas SDM," katanya di Jakarta, Rabu.

Terdapat empat pokok kebijakan pendidikan yang dicanangkan Mendikbud yakni perubahan pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Menurut Hetifah, terkait USBN yang diberikan kewenangan penyelenggaraannya hanya oleh sekolah, diharapkan dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan.

Dengan itu, kata dia, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Sebab, hanya guru lah yang mengetahui kebutuhan siswa didiknya dan kebutuhan khusus yang diperlukan oleh siswa di daerahnya.

Terkait dengan UN, Hetifah menegaskan bahwa sejak lama Komisi X DPR mengevaluasi UN sebab proyek UN kolosal dan mahal. Hasilnya tidak terbukti meningkatkan mutu, malah merusak mentalitas murid karena pada praktiknya menyisipkan nilai-nilai koruptif.

" Saya mengapresiasi UN yang akan diubah menjadi asesmen (penilaian) dan survei karakter. Kembalikan saja UN sesuai UU Sisdiknas Pasal 57 dan 58. Intinya evaluasi hasil belajar harus dilakukan guru bersangkutan, sementara untuk pengendalian mutu pendidikan dapat dilakukan lembaga independen yang penyelenggaraannya tak perlu setiap tahun dan bahkan dapat tanpa melibatkan semua murid." katanya.

Ia juga mengapresiasi RPP yang memberikan kewenangan kepada guru untuk memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Kebebasan guru penting mengingat tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen yang dilakukan di sekolah, sebenarnya cukup diketahui oleh guru di daerahnya. Guru lah yang mengetahui kebutuhan siswa didiknya dan kebutuhan khusus yang diperlukan oleh siswa di daerahnya. Karena karakter dan kebutuhan siswa di masing-masing daerah bisa berbeda.

"Terkait zonasi, saya ingin menyampaikan bahwa secara umum sistem zonasi dalam PPDB itu baik, karena dapat mendorong hilangnya diskriminasi bagi anggota masyarakat untuk bersekolah di sekolah-sekolah unggulan atau sekolah-sekolah terbaik." katanya.

Namun PPDB masih menyisakan permasalahan antara lain mengenai, jumlah sekolah di daerah dalam zonasi yang telah ditentukan itu tidak memadai. Hal tersebut yang wajib diselesaikan, karena persoalan utama sistem zonasi tidak bisa diimplementasikan maksimal karena terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki daerah.

"Hemat saya, sebelum kebijakan tersebut diberlakukan, Kemdikbud harus memiliki peta jumlah sekolah atau satuan pendidikan di daerah berdasarkan zona-zona yang ditetapkan oleh kemendikbud. Kemendikbud harus mengetahui secara benar jumlah dan sebaran satuan pendidikan di setiap daerah sehingga kebijakan zonasi tidak menimbulkan masalah baru." katanya.

Ia menegaskan hal prinsip yang harus diperhatikan pemerintah adalah masyarakat harus tetap diberikan kemudahan dalam mengakses pendidikan, dan pemberlakuan suatu kebijakan harus betul betul memperhatikan kondisi riil di daerah.

Selain empat program pokok kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar", ada dua hal lagi yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah, yaitu penyederhanaan kurikulum (jumlah mata pelajaran) dan pengarusutamaan pendidikan vokasi. Dua hal ini masih perlu kita lihat tindaklanjutnya oleh pemerintah, demikian Hetifah Sjaifudian.

Baca juga: Mendikbud sampaikan empat pokok kebijakan pendidikan "Merdeka Belajar"

Baca juga: Wapres Ma'ruf nilai penghapusan UN harus diganti dengan alat ukur lain

Baca juga: Mendikbud ganti ujian nasional dengan penilaian kompetensi

Pewarta: Indriani
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019