"UN tidak dihapuskan, namun diganti dengan evaluasi atau penilaian yang lebih baik. Karena kita ingin penilaian ini nantinya lebih mengarah pada tingkat penalaran siswa," ujar Totok di Jakarta, Kamis.
Dia menambahkan selama ini UN didominasi oleh penguasaan konten mata pelajaran. Padahal ke depan, yang dibutuhkan oleh siswa adalah kemampuan bernalar.
Baca juga: Wapres Ma'ruf nilai penghapusan UN harus diganti dengan alat ukur lain
"Jadi perubahan itu, yang tadinya UN lebih kepada menilai kepada pemahaman konten anak-anak kita, nanti lebih kepada kemampuan bernalar, kemampuan berpikir kritis," jelas dia.
Totok menegaskan UN tidak bisa dihapuskan karena amanat UU. Hanya diganti dengan penilaian yang menekankan pada kemampuan bernalar.
Nantinya, bentuk penilaiannya seperti soal-soal PISA maupun AKSI yang dibuat oleh Kemendikbud. Untuk survei karakter, karakter seperti apa yang dibutuhkan pada masa depan.
Baca juga: Mendikbud ganti ujian nasional dengan penilaian kompetensi
Disinggung mengenai menurunnya motivasi anak karena tidak ada UN, Totok mengatakan kemampuan anak tidak bisa dibangkitkan pada saat ujian saja, melainkan harus dalam kesehariannya.
"Melalui penilaian yang formatnya sudah berubah itu, maka bisa diketahui bagaimana kemampuan anak yang sebenarnya."
Guru-guru harus melakukan penilaian yang sifatnya formatif, atau perbaikan secara terus-menerus. Semangat belajar harus dibangkitkan dalam keseharian, melalui penilaian harian, mingguan dan bulanan.
Mulai 2021, Kemendikbud mengubah format UN yang sebelumnya dilakukan pada akhir jenjang, menjadi pertengahan jenjang. Penilaian itu mengukur kompetensi siswa dan karakter yang dimiliki oleh siswa itu.***3***
Baca juga: Kemendikbud : UN diganti dengan penilaian yang mengedepankan penalaran
Pewarta: Indriani
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019