"Kita sudah menetapkan 195 kawasan konservasi laut dengan luas 22,68 juta hektar. Saya melihat masih banyak ceruk atau peluang yang bisa kita manfaatkan di mana-mana. Dari 195 ini, saya sangat yakin belum semuanya kita ketahui ekosistem secara detail," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam siaran pers di Jakarta, Minggu.
Menteri Edhy menyebut kegiatan ini sangat strategis mengingat dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut. Namun disayangkan, laut Indonesia ini belum mampu menyumbang hingga dua pertiga bagian dari perekonomian Indonesia.
Oleh karena itu, KKP akan terus fokus membangun dan memanfaatkan potensi ini, salah satunya melalui wisata bahari yang dari tahun ke tahun menunjukan perkembangan. Meskipun demikian, ia menilai target pengelolaan seperti kunjungan wisatawan dan kelestarian lingkungan seringkali belum berjalan ideal beriringan.
"Indonesia memiliki potensi wisata bahari yang sangat beragam. Keindahannya pun mendunia. Akan tetapi, masih banyak hal yang harus dibenahi seperti hal atraksi, amenitas, dan aksesibilitas," lanjutnya dan menambahkan bahwa pengembangan wisata bahari di berbagai daerah juga harus dilakukan secara terpadu antara berbagai pemangku kepentingan terkait, termasuk kemudahan akses bagi para investor.
KKP memiliki 10 Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) yaitu Gili Matra (Gili Meno, Air dan Gili Trawangan) - Kepulauan Anambas, Pulau Padaido – Papua, Laut Sawu - NTT, Pulau Pieh - Sumatera Barat, Kapoposang - Sulawesi Selatan, Kepulauan Aru Tenggara - Maluku, Taman Laut Banda-Maluku, Waigeo Sebelah Barat - Papua Barat, Kepulauan Raja Ampat - Papua Barat.
Selain di kawasan konservasi, pengembangan wisata bahari dapat dilakukan di zona perairan umum. Jenis wisata bahari yang dapat dilakukan antara lain wisata alam bentang laut, wisata alam pantai/pesisir, dan wisata alam bawah laut.
Satu hal yang sedang KKP kembangkan untuk wisata bawah laut adalah wisata minat khusus wisata kapal tenggelam yang sudah banyak diminati sebagai wisata sejarah yang memiliki nilai sejarah yang tinggi.
Menteri Kelautan dan Perikanan menyebut, tantangan ke depan dalam pembangunan wisata bahari adalah bagaimana mengintegrasikan pengelolaan dan pemanfaatan destinasi wisata bahari.
Target pengelolaan seperti kunjungan wisatawan dan kelestarian lingkungan dinilai kerapkali belum secara ideal berjalan beriringan, namun KKP berusaha menyeimbangkan aspek lingkungan, sosial, ekonomi untuk mengejar ketertinggalan dalam pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai kawasan ekowisata dengan tidak meninggalkan masyarakat dalam pengelolaannya.
Untuk itu, lanjutnya, pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat pesisir dan potensi lokal menggunakan konsep desa wisata bahari adalah langkah tepat.
"Nanti di lokasi wisata bahari jangan lupa tanam karang dan tanam mangrove. Ini sangat penting untuk lingkungan dan mencegah dampak climate change. Kalau bisa kita berjalan bersama-sama dengan beriringan menanam jutaan mangrove atau karang," ajaknya.
Sebelumnya, pelaku usaha industri pariwisata nasional di berbagai daerah dinilai perlu untuk lebih giat lagi dalam menggalakkan penerapan konsep wisata ekonomi hijau dalam rangka mewujudkan sektor pariwisata yang berkualitas di Tanah Air.
"Tren industri dunia saat ini tengah mempopulerkan konsep ekonomi hijau, di mana suatu kegiatan industri tidak hanya memberi nilai ekonomi bagi negara melalui pertambahan devisa, tetapi sekaligus juga ramah lingkungan serta berkeadilan sosial," kata Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah.
Ia berpendapat wisatawan masa kini ketika mendatangi suatu destinasi tak sekedar ingin mendapatkan kepuasan pengalaman dari indahnya tempat atau bersejarahnya bangunan, tetapi sekaligus juga menuntut kepastian keamanan, kenyamanan, kebersihan, serta lingkungan yang terjaga kelestariannya.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019