Indonesia akan melanjutkan perannya sebagai Presiden Dewan Keamanan (DK) PBB pada Agustus 2020 dengan mengangkat tema "Penanggulangan Terorisme".
Melalui tema tersebut, Indonesia yang terpilih sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 2019-2020, akan menyasar perbaikan metode kerja dari rezim sanksi terkait penanggulangan terorisme dan mendorong upaya pendekatan lunak (soft approach) dalam penanganan terorisme.
Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri Grata Endah Werdaningtyas menyebut dua hal itu penting didiskusikan lebih lanjut mengingat rezim sanksi di DK PBB cenderung menggunakan pendekatan keras (hard approach), dan seringkali tidak mengindahkan dampak kemanusiaan.
“Kalau sudah masuk daftar teroris DK itu seperti tidak bisa keluar, padahal ada dampak kemanusiaan dengan masuknya seseorang ke dalam daftar sanksi, terutama terhadap keluarganya,” kata Grata dalam temu media di Jakarta, Senin.
Sedangkan terkait penggunaan soft approach, Resolusi 2396 DK PBB mengenai pejuang teroris asing (FTF) sebenarnya mulai menekankan pada aspek multidimensional, bahwa isu ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan memberi sanksi kepada seseorang tetapi juga menangani akar penyebab terjadinya migrasi seseorang sebagai FTF.
Menurut Grata, perlu diangkat pembahasan mengenai proses pencegahan di dalam negeri agar warganya tidak bermigrasi menjadi FTF dan membangun resiliensi suatu negara pada saat mantan FTF kembali ke tanah airnya.
“Hal-hal semacam ini yang sebenarnya menjadi warna Indonesia, karena kalau dilihat negara lain sebagian besar menggunakan hard approach, sementara kita bisa mengombinasikan dengan soft approach,” ujar dia.
Baca juga: Sekjen PBB apresiasi peran Indonesia di Dewan Keamanan PBB
Selain itu, dalam kapasitasnya sebagai Presiden DK PBB, Indonesia ingin menunjukkan kepada dunia tentang penanganan terorisme secara komprehensif dan sesuai penegakan hukum, dengan tetap mempertimbangkan penghormatan terhadap HAM.
Dengan menangani terorisme berdasarkan penegakan hukum, kecenderungan untuk melakukan hal-hal di luar koridor HAM menjadi semakin kecil.
“Ini yang akan kita angkat, menunjukkan kepada dunia bahwa efektivitas penanganan terorisme dengan mengacu pada penegakan hukum akan lebih berkelanjutan daripada kalau kita melakukan extrajudicial. Ini pesan yang ingin Indonesia sampaikan,” Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian A Ruddyard.
Indonesia memulai tugas sebagai anggota tidak tetap DK PBB sejak 1 Januari 2019 dan akan berakhir pada 31 Desember 2020.
Dalam presidensi pertamanya pada Mei 2019, Indonesia mengangkat tema “Menabur Benih Perdamaian”, yang menghasilkan dokumen mengenai peningkatan kapasitas misi perdamaian PBB. Selain itu, dihasilkan pula metode kerja Sofa Talk yang berbentuk pertemuan informal diantara seluruh perwakilan DK PBB tanpa adanya agenda khusus.
Keanggotaan di DK PBB merupakan yang keempat kalinya, setelah sebelumnya Indonesia menjadi anggota tidak tetap DK PBB pada 1974-1975, 1995-1996, dan 2007-2008.
Baca juga: Menlu: Indonesia ingin tingkatkan kontribusi, kepemimpinan di dunia
Baca juga: Indonesia dorong penguatan peran negara anggota tidak tetap DK PBB
Baca juga: Empat resolusi diadopsi di DK PBB selama kepemimpinan Indonesia
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2019