Di dalam kontainer terdapat barang-barang pribadi - dompet, dokumen, elektronik, semua dimasukkan ke dalam kantong dan dilabeli sebagai bukti - yang polisi harap suatu hari dapat membantu menunjukkan nama dan tempat peristirahatan yang layak bagi mereka, yang dimakamkan di kuburan terdekat dengan hanya ditandai angka.
"Masih banyak lagi kerabat korban, baik yang dekat maupun jauh, yang berharap menemukan orang terkasih mereka," kata Kolonel Khemmarin Hassini, wakil komandan polisi di distrik Takua Pa, salah satu daerah yang paling parah dihantam tsunami.
Baca juga: 400 jasad korban tsunami 2004 di Thailand belum diketahui identitasnya
Dipicu gempa dahsyat dengan 9,1 magnitudo, tsunami menelan lebih dari 230.000 korban jiwa saat gelombang setinggi 17,4 meter menghantam pantai di lebih dari belasan negara, menyapu sejumlah masyarakat dalam hitungan detik.
Di Thailand, di mana lebih dari 5.000 orang meninggal, unit Identifikasi Korban Bencana (DVI) yang melibatkan polisi dan ahli forensik dari 30 negara berhasil mengidentifikasi lebih dari 3.600 jasad dalam kurun dua tahun, kerja keras terbesar dan paling sukses.
Kolonel Khemmarin merupakan bagian dari tim internasional tersebut, namun ia mengatakan 15 tahun kemudian banyak "saluran komunikasi ditutup" dan sejumlah petunjuk hilang.
Baca juga: Negara-negara Samudera Hindia tingkatkan kesiapsiagaan ancaman tsunami
"Seandainya kami cukup tekad dan mengaktikan kembali operasi kami sekali lagi, saya rasa beberapa dari 340 jasad dapat teridentifikasi," katanya kepada Reuters di Kota Takua Pa.
Hin Temna (76) yang tinggal di desa terdekat Ban Nam Khem, kehilangan tujuh anggota keluarga yang meninggal dan putri sulungnya masih hilang. Mereka termasuk dari 1.500 orang lebih dari desa tersebut yang meninggal akibat bencana tsunami.
"Tak ada gunanya untuk tetap berharap (saya akan menemukan putri saya). Saya rasa kita tidak akan bisa," katanya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Dewan Bisnis Indonesia-Malaysia-Thailand Perbaiki Wilayah Terkena Tsunami
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019