Tim Percepatan Pencegahan Stunting dari Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) mengapresiasi program penanganan "stunting" (kekerdilan anak) hingga pembentukan satgas stunting di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur.Saya baru mendengar di kelurahan ada anggaran untuk penanganan stunting. Ini luar biasa. Saya pikir ini terobosan, belum ada di kabupaten kota lainnya
"Saya baru mendengar di kelurahan ada anggaran untuk penanganan stunting. Ini luar biasa. Saya pikir ini terobosan, belum ada di kabupaten kota lainnya," kata perwakilan Tim Percepatan Pencegahan Stunting dari Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), Saputera pada acara Komitmen Bersama Percepatan Pencegahan Anak Kerdil di Balai Pemuda, Kota Surabaya, Rabu.
Pelaksanaan komitmen dan percepatan pencegahan stunting dihadiri sekitar 1.200 peserta, meliputi Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) pusat dan Jatim, perwakilan perguruan tinggi, pimpinan rumah sakit, 900 kader, undangan, kepala puskesmas, serta kepala Organisasi perangkat daerah (OPD), Paguyuban Pos PAUD terpadu, serta perwakilan dampingan Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Sejumlah intansi pemerintahan maupun organisasi yang ikut melakukan penandatanganan komitmen bersama untuk percepatan pencegahan anak kerdil (stunting) yakni OPD Pemerintah Kota Surabaya, Kementerian Agama, Persi Provinsi Jawa Timur dan Surabaya, BPOM, IDI Kota Surabaya, Ikatan Bidan Indonesia Kota Surabaya, Persagi Kota Surabaya, dan Forum Kota Sehat TPPKK Kota Surabaya.
Menurut Saputera, Kota Surabaya merupakan salah satu kota prioritas dalam program percepatan pencegahan stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang.
Program Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) secara nasional dilaksanakan mulai 2018–2024. Pada 2020, sebanyak 260 kabupaten/kota yang menjadi prioritas nasional.
"Di 1.000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) sangat penting asupan gizi, kemudian kesehatannya. Jadi pemantauan mulai hamil, melahirkan sampai anak usai 2 tahun," katanya.
Saputera menyampaikan, untuk penanganan stunting, kabupaten/kota mendapatkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang nilainya sekitar Rp750 juta.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam sambutannya meminta semua pihak bergerak bersama untuk mencegah stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang.
"Biasanya, kalau gizinya kurang, kecerdasannya juga kurang. Bagaimana mungkin kita bisa bersaing kalau kecerdasan kurang," ujarnya.
Wali kota meminta kepada para undangan yang hadir agar bekerja keras mencegah anak stunting. Menurutnya, pencegahan stunting ini penting dilakukan karena mempengaruhi kecerdasan anak.
Menurut Risma, dampak anak stunting, tidak hanya mempengaruhi kecerdasan anak, kepercayaan dirinya juga kurang. Untuk itu, ia meminta semua organisasi pemerintah daerah, kader dan masyarakat harus bergerak bersama.
"Kalau ada warganya yang hamil dipantau, dan saya harap puskesmas jemput bola, untuk mengawasi terus. Diingatkan untuk rutin periksa," ujarnya.
Wali kota perempuan pertama di Surabaya ini juga mengingatkan para lurah agar memperhatikan permakanan, terutama untuk warga kurang mampu. Bagi ibu hamil, ia meminta untuk mendapatkan permakanan tambahan dari puskesmas.
"Sebetulnya pemberian makanan kita sudah lakukan untuk Ibu hamil dan warga miskin," ujarnya.
Baca juga: Pemerintah kampanye lintas sektor cegah stunting
Baca juga: Program percepatan pencegahan "stunting" diluncurkan Pemkab Lamongan-Jatim
Baca juga: Halmahera Selatan upayakan percepatan penurunan "stunting"
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019