"Yang ingin kita lihat Indonesia memiliki leadership (kepemimpinan) dalam misalnya menunjukkan ambisi untuk meningkatkan komitmen (menurunkan) emisinya," kata Direktur Eksekutif WALHI Nasional Nur Hidayati dalam konferensi pers perihal Catatan Akhir Tahun WALHI tentang Perubahan Iklim di di Jakarta Selatan, Kamis.
Ia menyayangkan Pemerintah Indonesia tidak menyampaikan penguatan ambisi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berlangsung 2-13 Desember di Madrid, Spanyol, yang hasil akhirnya dianggap mengecewakan karena menyatakan adanya "keperluan mendesak" memangkas emisi karbon sesuai Perjanjian Paris tanpa disertai komitmen negara-negara maju meningkatkan target penurunan emisi karbon.
"Ini sebenarnya satu yang menurut kami agak mengecewakan," katanya, menambahkan, rencana pembangunan nasional masih mencakup penggunaan bahan bakar fosil yang bisa meningkatkan signifikan emisi gas rumah kaca.
"Walaupun di dalam COP tersebut Indonesia juga memaparkan tentang LCDI (Low Carbon Development Indonesia/Pembangunan Rendah Karbon Indonesia) yang sudah dirumuskan oleh pemerintah Indonesia, tapi perlu dilihat lagi bagaimana LCDI ini, apakah akan benar-benar tercermin dalam RPJMN," ia melanjutkan.
Dalam upaya menerapkan kebijakan pembangunan yang bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan pencapaian target pembangunan di berbagai sektor sekaligus mengendalikan perubahan iklim dan melestarikan lingkungan, Pemerintah Indonesia berupaya mengarusutamakan kerangka kerja Pembangunan Rendah Karbon ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024.
Baca juga:
Hutan alam perlu diperluas untuk capai target penurunan emisi
Pembangunan rendah karbon bisa turunkan emisi hingga 43 persen
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019