"Bisa saja adanya pengurangan habitat tepatnya penyusutan areal tempat tinggalnya merupakan salah satu penyebab 'booming' penemuan ular di pemukiman. Perubahan habitat dari aslinya memang umumnya dianggap memberikan pengaruh negatif terhadap keberlangsungan satwa. Pesatnya arus urbanisasi juga dapat sebagai pendorong kuat terjadinya perubahan bentang alam, sehingga terjadi proses strangulasi (terjerat) pada daerah perkotaan," ujar peneliti reptil senior itu ketika dihubungi lewat surat elektronik di Jakarta pada Jumat.
Baca juga: BKSDA Jakarta lepasliarkan 40 ekor ular di taman nasional
Menurut Irvan, kemampuan adaptasi ular memang berkontribusi terhadap ular untuk dapat hidup di daerah perkotaan. Dengan tubuh "luwes" ular dan pasokan makanan utama tersedia mereka dapat bertahan hidup di daerah yang mungkin bukan habitat aslinya.
"Selain itu terdapat beberapa kemungkinan, yaitu lebih disebabkan tempat berlindungnya yang terisolasi dengan batasan yang 'terkotak-kotak', daya dukung (mangsa atau sumber makanan) keberlangsungan hidup pada wilayahnya yang terbatas dan daerah jelajahnya yang luas sehingga bisa saja terjadi ular bukan dari daerah pemukiman tetapi datang ke lokasi yang baru untuk mencari makan," tegas dia.
Seiring dengan semakin menipis bahkan tidak ada lagi ketersediaan sumber makanannya maka ular bisa saja "hilang" bahkan punah. Bagaimana solusinya yaitu, dapat dengan memutuskan rantai makanannya atau melakukan "mitigasi" tempat-tempat berlindung, tegas dia.
Baca juga: Petugas evakuasi induk ular kobra dari warung warga di Jeruk Purut
Metode lain dapat dilakukan dengan cara menganalisis isi lambung dari ular yang tertangkap untuk dilihat ada apa saja yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, dapat diidentifikasi dan diketahui dengan tepat makanannya hingga daerah jelajahnya, sekaligus memberantas populasi tikus di pemukiman penduduk.
Sebelumnya, beberapa daerah di Indonesia dikejutkan dengan penemuan banyak anakan kobra yang ditemukan di daerah pemukiman atau di dekat rumah warga. Menurut pakar kemunculan itu adalah sesuatu yang wajar karena saat ini memang musim menetasnya ular.
Namun, tidak hanya kobra, baru-baru ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Bangka Belitung memperingatkan warga di daerah rawan banjir dan genangan air untuk mewaspadai ular tepung ari yang menurut mereka bisanya 10 kali lebih berbahaya dibandingkan kobra.
Baca juga: Ahli: penggunaan karbol wangi bisa cegah ular masuk rumah
Baca juga: Baru tiga rumah sakit di Jaktim sediakan serum antibisa ular
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019