Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta menyayangkan penilaian indeks kerukunan umat beragama (KUB) di Jakarta oleh Kementerian Agama yang hanya 71,3 poin atau menduduki peringkat ke-27 dari 34 provinsi dan menilai ada anomali karena tidak sesuai fakta.Angkanya di bawah rata-rata nasional (73,83) dan di bawah daerah yang nyatanya ada konflik pada 2019
"Ada anomali, karena dirasakan nyaman, tapi kemudian angkanya di bawah rata-rata nasional (73,83) dan di bawah daerah yang nyatanya ada konflik pada 2019," kata Ketua FKUB DKI Jakarta Dede Rosyada di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin.
Baca juga: FKUB tegaskan kerukunan umat beragama Jakarta terjaga
Dede yang merupakan Rektor UIN Syarif Hidayatullah meminta adanya kajian yang lebih dalam dari data yang dimiliki oleh tim penilai dan dielaborasikan dengan perasaan publik.
Menurut dia, survei tersebut dilakukan Kemenag sebetulnya untuk mengukur indikator kinerja utama (IKU) kantor wilayah Kementerian Agama (Kemenag).
"Mereka (Kemenag) sudah ke sini pada Rabu (18/12/2019) untuk menyampaikan hasilnya, bahwa itu adalah survei IKU Kanwil yang memiliki tanggung jawab pada Menag. Dengan demikian, survei itu merupakan assessment terhadap program kerja internal Kemenag itu sendiri," ujarnya.
Karena itu, lanjut Dede, tak heran bila Kemenag enggan menyampaikan instrumen yang menjadi rujukan dalam penelitian tersebut, karena menjadi bahan internal Kemenag.
Di dalam penelitian, kata dia, idealnya rincian seperti variabel, indikator, dan instrumen dijelaskan kepada lembaga yang akan dikaji. Seperti halnya pemeringkatan akreditasi perguruan tinggi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT).
"Variabel, indikator, dan instrumen disampaikan, baru mereka pakai untuk semuanya. Jadi, divalidasi dulu oleh semuanya kalau menyangkut institusi orang. Harus dihargai dan hormati, jangan sampai penelitian itu membuat orang terganggu. Sementara ini, benar-benar telah mengusik pemerintah daerah, tidak hanya di DKI tapi juga daerah lainnya," ujarnya.
Dede memandang ada masalah dalam pengembangan indikator dan pengambilan sampel dalam penilaian IKU yang digunakan untuk mengukur kinerja daerah di bidang kerukunan.
Secara sekilas berbagai keunikan daerah menjadi indikator salah satu variabelnya, sehingga kemungkinan tidak dapat diandalkan (reliable) untuk daerah lain yang beberapa daerah tertentu diuntungkan dibanding lainnya.
Persoalan selanjutnya, menurut Dede, adalah teknik pengambilan sampel yang konon dalam laporan dinyatakan secara random, tapi sangat disayangkan tidak mewakili berbagai variasi sosial di masyarakat.
"Kami menyarankan agar berbagai masalah survei tersebut dapat diperbaiki untuk masa mendatang, sehingga akseptibilitas hasil survei bisa memperoleh legitimasi publik," ucapnya.
Kementerian Agama melalui Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat menyebut indeks KUB nasional mencapai 73,83. Sementara untuk posisi DKI Jakarta berada di urutan ke-27 dari 34 provinsi dengan poin 71,3.
Survei itu dilakukan pada 16-19 Mei 2019 dan 18-24 Juni 2019 lalu. Ada 13.600 responden dari 136 kota/kabupaten dari 34 provinsi di Indonesia.
Metode survei dilakukan secara acak berjenjang dengan margin of error sekitar 4,8 persen. Hal yang disorot Kementerian Agama adalah toleransi, kesetaraan, dan kerja sama antarumat beragama.
Baca juga: Indeks kerukunan umat beragama naik
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019