Dalam cuitan media sosial Twitter @mohmahfudmd pada Rabu pagi mengatakan isu keretakan antara dirinya dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko karena perbedaan pernyataan (statement) diplomasi untuk China terkait etnis Uighur hanya omong kosong.
"Omong kosong tentang kabinet retak karena perbedaan statement Mahfud MD dan Moeldoko soal Uighur. Pernyataan kami malah sinkron kok dibilang retak," cuit Mahfud.
Menurut Mahfud, Moeldoko mengatakan jika pemerintah Republik Indonesia tidak akan mengintervensi dalam urusan Uighur. Sementara Mahfud mengatakan pemerintah melakukan diplomasi lunak.
"Dimana pertentangannya? Saya mengatakan diplomasi lunak justru karena tidak mau intervensi. Klop, kan?" cuit Mahfud dalam Twitternya.
Baca juga: Menlu Retno sebut 2020 momentum penting hubungan RI-China
Mahfud mengatakan pemerintah tidak mau mengintervensi karena menganggap soal etnis Uighur adalah urusan pemerintah China. Ia menambahkan fakta bahwa Indonesia memang memiliki hubungan diplomatik dengan China.
"Maka diplomasi dilakukan lunak saja," ujar Mahfud.
Ia mengatakan kalau dirinya sudah lama melakukan pendekatan diplomasi lunak ke pemerintah China. Terutama dengan cara meminta penjelasan kepada Duta Besar China untuk Indonesia untuk Indonesia, Xiao Qian, secara tertutup di kantornya pada 5 Desember lalu.
"Saya undang Dubes China ke Kantor Menko Polhukam dan menyatakan bahwa situasi Uighur mengusik sebagian orang Islam di Indonesia," ujar Mahfud.
Ia pun menantang pihak yang beropini soal keretakan di Kabinet Indonesia Maju untuk membuktikan adanya pertentangan di antara pernyataannya dan pernyataan Kepala Staf Kepresidenan.
"Coba, dimana pertentangan keterangan saya dengan Moeldoko. Kan sama-sama bersikap tidak akan intervensi. Ibaratnya, kalau saya dan Pak Moeldoko hadir ke sidang kabinet ya sama-sama hadir tapi Pak Moeldoko lewat pintu sebelah barat sedang saya lewat pintu sebelah timur," kata Mahfud.
Baca juga: Indonesia diminta bersuara keras terkait minoritas Uighur
Baca juga: Hidayat: Indonesia jangan hanya jadi penonton isu Uighur di China
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019