"Alhamdulillah, dua dari tiga WNI bisa terbebas dari penyanderaan Abu Sayyaf dengan selamat. Pemerintah Indonesia dan Filipina patut kita apresiasi atas hasil ini," kata Sukamta dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Dengan demikian, kata dia, masih ada satu warga negara Indonesia (WNI) yang belum bebas sehingga diharapkan segera dibebaskan.
Sukamta mengingatkan Pemerintah bahwa tugas melindungi WNI, khususnya terkait dengan aktivitas Abu Sayyaf, masih belum selesai hingga saat ini.
Ia menilai masalah perompakan kelompok Abu Sayyaf terjadi akibat kondisi kemiskinan di daerah-daerah basis wilayah Abu Sayyaf.
Baca juga: Sepanjang 2000-2019, 39 WNI diculik Kelompok Abu Sayyaf di Sabah
Baca juga: Indonesia terima dua WNI tawanan Abu Sayyaf di Zamboanga
Baca juga: WNI disandera Abu Sayyaf, Mahfud: Perkembangannya positif
"Oleh karena itu, pendekatan kesejahteraan sosial, ekonomi, dan agama untuk mencegah penculikan kembali berulang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Filipina," ujarnya.
Sukamta yang merupakan Wakil Ketua FPKS DPR RI itu menilai langkah penyelesaian masalah Abu Sayyaf tidak terhenti hanya pada patroli laut bersama dan operasi militer, tetapi aksi mengatasi kemiskinan dan masalah sosial.
Selain itu, menurut dia, pendekatan agama juga harus dilakukan karena kesamaan agama dan sejarah perkembangan Islam di Filipina yang disebarkan oleh nenek moyang Minangkabau.
Sebelumnya, sebanyak dua dari tiga WNI yang disandera selama 90 hari oleh kelompok Abu Sayyaf dibebaskan pada hari Minggu (22/12).
Sementara itu, satu WNI masih terus diupayakan pembebasannya.
Langkah pembebasan tersebut dilakukan atas kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Filipina.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019