Pakar koperasi dan ekonomi kerakyatan Frans Meroga Panggabean di Jakarta, Kamis, mengatakan idealnya pelaku UMKM tak hanya fokus pada pasar ekspor dan terjebak pada euforia UMKM “go global”.
"Kita telisik lebih dalam, Indonesia ternyata juga mengimpor buah-buahan sampai senilai 1,25 miliar dolar AS, belum lagi jenis sisa industri makanan mencapai 2,4 miliar dolar AS," kata Frans.
Baca juga: Serangan siber intai pelaku UMKM
Alumnus Universite de Grenoble Prancis itu berpendapat sebenarnya hasil produksi UMKM Tanah Air di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan mampu bersaing dari sisi mutu dengan barang impor jenis yang sama.
Frans menjelaskan bila Indonesia mampu swasembada beras, maka akan lahirlah 250.000 petani sawah baru, yang berkegiatan ekonomi senilai impor beras selama ini yakni lebih dari Rp15 triliun.
“Juga impor buah yang sampai Rp18 triliun tersebut, sebanding dengan terciptanya 300.000 orang petani buah baru,” katanya.
Frans yang menjabat sebagai Direktur Generasi Optimis Research & Consulting (GORC) itu melanjutkan, akan ada sampai 350.000 petani gula baru jika melihat sepanjang 2018 Indonesia impor 2,2 juta ton gula mentah. Total minimal 1 juta petani baru akan lahir jika UMKM difokuskan untuk berswasembada pangan.
"Hasil riset GORC dalam menghitung jumlah petani baru memakai patokan penghasilan 5 juta sebulan. Luar biasa kalau UMKM fokus mewujudkan swasembada pangan, maka akan lahir minimal 1 juta petani baru yang hidup layak dengan 5 juta per bulan," jelas Frans.
Baca juga: Kemendag dukung UMKM Indonesia tembus pasar ekspor
Swasembada produk pertanian tersebut akan sejalan dengan rencana pemerintah yang mendorong porsi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) agar diprioritaskan ke sektor produksi, sebagaimana Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan bahwa pembiayaan sektor produksi akan 60 persen dari total KUR pada 2020.
Guna mewujudkan semua itu Frans menilai butuh komitmen kuat dari semua stakeholder agar swasembada pertanian jadi kenyataan.
Frans mendorong pemerintah agar dalam RUU Omnibus Law tentang UMKM terjadi sebuah skema yang membentuk “closed loop system” pada ekosistem sektor pertanian.
Baca juga: Menkop UKM akan fokuskan UMKM ke sektor produksi pada 2020
Hasil riset GORC menyimpulkan ada 5 pihak dengan peran sentral yang terlibat dalam ide “closed loop system” ekosistem sektor pertanian. Yang pertama, koperasi menjadi penyalur KUR dengan memprioritaskan anggota yang lulus program inkubasi agar lebih teruji dari aspek karakter dan kompetensi.
"Yang kedua, BUMDes dilibatkan sebagai penyedia marketplace dengan dukungan teknologi digital berbasis aplikasi. BUMDes akan memastikan hasil produksi dari para petani terserap di pasar," kata Wakil Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Nasari ini.
Baca juga: Menkop dan UKM berharap UMKM naik kelas miliki produk berkelas
Peran ketiga adalah swasta besar dan BUMN akan mengambil peran sebagai “off taker” hasil produksi para petani, baik melalui perantara BUMDes maupun secara langsung oleh fasilitasi koperasi penyalur KUR.
Selanjutnya keempat adalah perbankan, sebagai lembaga keuangan yang dapat memberikan pembiayaan, baik kepada koperasi penyalur KUR dalam bentuk chanelling atau executing. Pembiayaan bagi BUMDes pasti juga dibutuhkan saat marketplace yang dikuasai sudah besar.
"Terakhir, pemerintah sebagai regulator yang rutin mengawasi berjalannya siklus ‘closed loop system’ agar tidak ada satu pihakpun yang dirugikan," kata Frans yang juga penulis buku berjudul "The Ma'ruf Amin Way".
Baca juga: Jokowi ingatkan UMKM tidak lupa pasar domestik meski ekspor penting
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019