"Kepastian alokasi ruang bagi usaha pembudidayaan lobster merupakan hal yang paling utama," kata Direktur Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim, kepada Antara di Jakarta, Kamis.
Hal itu, ujar Abdul Halim, perlu disesuaikan dengan Perda RZWP3K yang ada di masing-masing atau setiap provinsi.
Baca juga: KKP perlu perbaiki mekanisme pencatatan benih lobster
Selanjutnya, ia mengingatkan bahwa hal yang dibutuhkan pembudidaya adalah kelengkapan dokumen perizinan hingga sertifikat terkait cara budidaya yang baik untuk lobster.
Kemudian, lanjutnya, penting pula untuk adanya pengaturan harga di tingkat nelayan penangkap benih, pembudidaya lobster, pengepul dan perusahaan pengolah atau pemasar lobster yang sudah dibesarkan tersebut.
KKP saat ini tengah menggodok revisi Permen KP Nomor 56 Tahun 2016 dengan teliti dan hati-hati dengan mempertimbangkan masukan dari seluruh stakeholders dan para ahli. Tujuannya agar pengembangan budidaya ke depan dapat berjalan lancar dengan tetap menjamin kelestarian stok di alam.
Menurut dia, bila saat ini di media dan ruang publik banyak sekali narasi-narasi yang menyudutkan terkait rencana dibukanya ekspor benih, maka ditegaskan bahwa itu hanyalah salah satu opsi yang muncul dari beberapa dialog dengan masyarakat nelayan.
Baca juga: Menteri Edhy: Pembesaran benih lobster dorong nilai tambah
"Sampai saat ini belum ada keputusan final apapun berkaitan dengan isu tersebut. Sekali lagi, saya tidak ingin buru-buru ambil keputusan sebelum pertimbangan baik buruknya benar-benar matang," tegas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Namun ia meyakini, pemanfaatan benih lobster untuk kegiatan budidaya jelas harus didorong, karena bila Vietnam mampu membangun pembesarannya, maka Indonesia harus lebih mampu dan menguasai pasar lobster konsumsi dunia yang nilai ekonominya sangat besar.
KKP juga akan bekerja sama dengan beberapa pihak termasuk ACIAR dan Universitas Tasmania yang telah berhasil membenihkan dan membudidayakan lobster secara berkelanjutan dan tidak merusak plasma nutfah lobster alam.
Menteri Edhy menjelaskan, pengembangan budidaya ini tidak hanya untuk memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga berperan sebagai buffer stock, yaitu melalui pengaturan kewajiban restocking pada fase tertentu.
Oleh karena itu, Menteri Edhy mengajak peneliti, perekayasa, dan akuakulturist untuk terus berinovasi untuk menciptakan keberhasilan pembenihan (breeding) lobster dan membuat indukan unggul, sehingga ke depan budidaya lobster tidak lagi mengandalkan induk matang telur dari alam namun menggunakan indukan lobster dari hasil breeding yang terprogram.
KKP akan membangun sentra akuakultur berbasis kawasan dan komoditas unggulan, terutama untuk orientasi ekspor seperti udang, rumput laut, patin, dan komoditas akuakultur lainnya yakni melalui pengembangan bisnis akuakultur terintegrasi.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019