"Jika warga lokal mendapatkan skala prioritas dalam perekrutan tenaga kerja, tentunya bisa ikut membantu peningkatkan kesejahteraan warga lokal," ujarnya dihubungi dari Kudus, Rabu.
Menurut dia ketika peluang tenaga kerja di sektor minyak dan gas, khususnya di Blok Cepu semakin terbuka, maka masyarakat setempat juga akan tertarik untuk meneruskan pendidikan yang disiplin ilmunya sesuai dengan persyaratan untuk bisa bekerja di sektor Migas.
Baca juga: Produksi Blok Cepu melonjak capai 220.000 bph
Marwan Jafar yang memanfaatkan reses dengan berkunjung ke sejumlah daerah pemilihannya, mulai dari Pati, Rembang, Blora dan Kabupaten Grobogan yang berlangsung di Gedung Nahdlatul Ulama Purwodadi, Kabupaten Grobogan pada Selasa (31/12) juga dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat sebanyak-banyaknya.
Selain menyoroti soal prioritas penyerapan tenaga kerja di Blok Cepu, politisi dari PKB itu juga mendorong peningkatan produksi minyak di Blok Cepu serta reaktivasi Bandar Udara Ngloram, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora karena fungsinya jelas untuk kepentingan lalulintas migas.
"Ketika tingkat produksi migas siap jual (lifting) meningkat, tentunya npendapatan negara dari sektor hulu migas juga meningkat," ujarnya.
Untuk kabupaten lain yang dikunjungi, seperti Kabupaten Grobogan sebagai kota terakhir setelah mengunjungi Pati, Rembang dan Blora, Marwan Jafar mengaku mendapatkan banyak keluhan petani dari keempat daerah tersebut.
Baca juga: Exxonmobil naikkan kapasitas produksi minyak Blok Cepu
Berdasarkan keluhan petani, kata dia, pupuk bersubsidi dianggap masih sulit didapatkan sehingga aspirasi ini akan disampaikan kepada Pemerintah Pusat untuk dicarikan solusinya.
Kebijakan pupuk bersubsidi, katanya, bukan hal yang baru karena sejak orde lama hingga sekarang dengan beragam kebijakan distribusi.
Ia menganggap permasalahan pupuk bersubsidi memang kompleks, karena ada beberapa pihak yang menganggap kelangkaan disebabkan karena kebiasaan petani yang berlebihan dalam melakukan pemupukan, terutama urea.
"Akan tetapi, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar karena persoalan kelangkaan pupuk bersubsidi lebih karena faktor pengawasan yang belum optimal sehingga memberi ruang untuk distributor nakal," ujarnya.
Untuk itulah, dia mengusulkan dibentuknya satuan tugas pengawasan distribusi pupuk bersubsidi agar dalam praktiknya pupuk bersubsidi didistribusikan di tempat yang tepat, dengan harga tepat, alokasi yang tepat, dan waktu yang tepat.
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020