Perempuan bernama Lina (20), koraban banjir Jakarta itu, mengaku sejak Kamis (2/1) pagi belum makan nasi. Ia hanya mengganjal perutnya dengan gorengan.
Lina merupakan satu dari ratusan warga Kampung Baru, Kembangan Utara, Jakarta Barat, yang mengungsi di aula Yaskum Indonesia akibat banjir Jakarta.
Di aula terbuka tersebut, Lina bersama suami dan anaknya tidur beralaskan tikar sejak Rabu (1/1) dini hari. Belum selesai Lina bercerita, perempuan di sampingnya berkomentar.
"Kami tidak punya baju lagi, semuanya sudah terendam. Rumah cuma terlihat atapnya saja. Cuma ini yang ada di badan," kata Aam (40), sambil memegang lengan anak perempuannya.
"Seragam sekolah, buku-buku semuanya hanyut dibawa banjir. Padahal Senin sudah masuk sekolah," timpal perempuan lainnya yang bernama Turipah (39).
Turipah menceritakan dirinya dan keluarganya mengungsi tak lama setelah air masuk ke dalam rumahnya pada Rabu pukul 04:00 WIB. Turipah tak sempat menyelamatkan harta bendanya, karena luapan air dari Sungai Pesanggarahan semakin menggenangi rumahnya.
Meski kawasan kampung tersebut tergolong langganan banjir, Turipah mengaku baru kali ini banjir merendam rumahnya hingga ke atap. Biasanya, hanya selutut atau sepinggang orang dewasa.
Banjir yang terjadi pada awal tahun tersebut, lebih dahsyat dari sebelumnya, karena air tergenang hingga ke jalan raya, yakni Jalan Kembangan Baru.
"Sampai saat ini, belum ada bantuan yang datang," ujarnya.
Baca juga: Pemda harus tegas ungsikan warga di sepanjang DAS, pinta BNPB
Terdapat setidaknya 1.000 korban banjir yang mengungsi di kawasan pengungsian tersebut. Para pengungsi terdiri dari anak-anak, orang dewasa hingga orang tua.
Turipah mengaku khawatir dengan kesehatan anak-anaknya. Pasalnya, anak-anaknya tidak mempunyai baju ganti dan juga selimut. Ia khawatir, dinginnya pengungsian membuat kesehatan keluarganya terganggu.
Turipah juga berharap ada bantuan dari pemerintah maupun masyarakat untuk meringankan beban yang dideritanya dan korban banjir lainnya. Terutama bantuan seragam sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak korban banjir.
Korban jiwa
Sejumlah wilayah di Jabodetabek dilanda banjir sejak Rabu (1/1) dini hari. Banjir tersebut disebabkan oleh turunnya hujan berkepanjangan pada hari sebelumnya hingga malam pergantian tahun dari 2019 ke 2020.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Kamis pukul 21.00 WIB, jumlah korban meninggal akibat banjir mencapai 30 orang.
Korban meninggal terbanyak berada di Kabupaten Bogor sebanyak 11 orang, kemudian Jakarta Timur 7 orang, Kota Bekasi dan Kota Depok masing-masing 3 orang, dan masing-masing satu orang untuk Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor dan Kota Tangerang.
"Penyebab utamanya, tidak bisa berenang dan terseret arus banjir. Kemudian ada juga yang tertimbun longsor, kesetrum, dan sebagainya," ujar Kepala BNPB Doni Monardo.
Baca juga: Banjir Jakarta, Menko PMK tinjau sejumlah lokasi
Doni menjelaskan banjir tersebut juga menyebabkan sedikitnya 64.000 warga mengungsi di tenda-tenda pengungsian.
Doni juga meminta pemerintah daerah (pemda) untuk tegas memindahkan warga yang masih menempati rumah di sepanjang aliran sungai.
"Kami minta pemda untuk tegas memindahkan warga, mulai dari bupati, camat hingga lurahnya turun tangan memindahkan warga," ujar Doni saat mendampingi Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy di Pintu Air Manggarai, Jakarta, Kamis.
Baca juga: Menkeu terus pantau kebutuhan penanganan banjir
Doni menambahkan banyaknya korban jiwa akibat banjir juga diakibatkan ketidaktegasan pemerintah daerah untuk mengevakuasi warganya yang berada di sepanjang aliran sungai.
Berbeda halnya dengan pemda yang tegas dan mengevakuasi warganya, sehingga korban jiwa dapat diminimalisir.
"Kami juga harus mengingatkan seluruh masyarakat yang ada di sepanjang daerah aliran sungai, karena sudah berulang kali BMKG mengingatkan curah hujan tinggi, maka kawasan itu harus dikosongkan," ujar Kepala BNPB.
Doni mengatakan sebagian warga yang masih bertahan di rumah karena takut harta bendanya dicuri dan sebagainya. "Kami bekerja sama dengan kepolisian dan TNI dalam melakukan pengamanan harta benda masyarakat yang tertimpa musibah banjir," katanya.
Bantuan
Menko PMK Muhadjir Effendy melakukan kunjungan ke sejumlah lokasi pengungsian. Muhadjir juga melakukan pengecekan terhadap sarana dan prasarana yang ada, sehingga jika ada kejadian cuaca ekstrim lagi bisa diantisipasi.
"Ini semacam siklus 25 tahunan, yang mana kejadiannya cukup ekstrem dan yang terkena dampak tidak hanya Jakarta, tetapi wilayah-wilayah lainnya," kata Muhadjir.
Muhadjir menjelaskan banyak yang tidak menyangka terjadinya musibah banjir tersebut. Pasalnya, hujan ekstrem terjadi pada musim liburan dan juga saat masyarakat sedang lengah.
"Ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, ketika kita sedang bergembira, sedang bersuka ria jangan lupa mungkin bala siap mengintai kepada kita," jelas mantan Mendikbud tersebut.
Dalam kesempatan itu, Menko PMK menyerahkan bantuan sebanyak 1.000 selimut, sembako dan matras kepada pengungsi banjir di tempat pengungsian Yaskum Indonesia.
"Kami berharap dengan bantuan ini bisa meringankan beban bapak ibu," kata Muhadjir.
Kemenko PMK akan mengkoordinasikan kementerian terkait. Muhadjir mengatakan sudah banyak yang bergerak seperti bantuan sembako dari Kemensos, layanan kesehatan dari Kemenkes, hingga bantuan seragam dari Kemendikbud.
"Nanti akan kita pantau, jangan sampai pengungsi terlunta-lunta," imbuh Muhadjir.
Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020