Beruntung saya memiliki seorang sahabat merangkap mahaguru kemanusiaan yang mampu memberikan solusi terhadap musibah banjir yaitu Sandyawan Sumardi. Maka dalam kesempatan melalui naskah yang sedang Anda baca ini, saya copas (copy paste) suatu maklumat solusi musibah banjir yang ditawarkan Sandyawan Sumardi berdasar, bukan sekedar teori namun pengalaman puluhan tahun menolong para korban musibah banjir di Jakarta.
Banjir dan tanah longsor selain merupakan bencana alam, pada dasarnya merupakan konsekuensi logis, namun sangat serius berbahaya dari pengabaian alam lingkungan hidup oleh sistem pemerintahan yang buruk serta sikap dan prilaku ceroboh warga masyarakatnya.
Banjir dan erosi sangat berbahaya karena selain telah menimbulkan begitu banyak korban jiwa, memporakporandakan lingkungan alam, juga telah menelan triliunan rupiah prasarana dan sarana fasilitas publik. Harta benda yang sebenarnya dapat kita gunakan untuk membiayai proyek untuk mengatasi banjir itu sendiri, untuk "berdamai" dengan air, demi keselamatan manusia dan lingkungan hidup alam sekitarnya.
Baca juga: Banjir Jabodetabek dan Lebak memaksa 35.502 warga mengungsi
Baca juga: BNPB-BPPT tebarkan 25,6 ton garam untuk modifikasi cuaca
Baca juga: BNPB: Korban jiwa akibat banjir Jabodetabek bertambah jadi 67 orang
Dinding turap
Untuk mengatasi semua ini, salah satu solusi yang sangat mendesak diusulkan adalah memprioritaskan secara besar-besaran proyek konservasi dan restorasi sungai yang menggunakan "Dinding Turap Berlubang Alami" (natural retaining hollow wall) yang berfungsi sebagai biopori dan sumur penabung air, berbasiskan partisipasi warga masyarakat yang dapat dibuat oleh warga masyarakat sendiri.
Telah terbukti dan tidak terbantahkan oleh beberapa ilmuwan di berbagai penjuru dunia dan dipraktekkan di berbagai negara bahwa dinding turap sungai berlubang alami ini dapat kita aplikasikan untuk mengendalikan banjir dan tanah longsor.
Proyek konservasi dan restorasi harus tetap berdasarkan prinsip naturalisasi sungai. Naturalisasi sungai seperti dari namanya "naturalisasi", dalam penerapannya, metode ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi alami sungai seperti asalnya, dengan menanami pohon, go green, memperlebar sungai dengan mengikuti bentuk alur sungai, hingga menjaga ekosistem di sekitar sungai, mengupayakan kehidupan biota-biota air kembali agar sungai tetap hidup lestari.
Dalam proyek naturalisasi sungai juga diupayakan agar aliran air ditangkap, ditahan, sedapat mungkin jadi air baku. Sungai-sungai itu diusahakan kembali dalam bentuk naturalnya supaya bisa menahan run off.
Run off merupakan bagian dari siklus hidrologi, yaitu air limpasan yang berasal dari air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah. Air hujan yang mengalir tersebut mengalir dari hulu menuju hilir yang kemudian bermuara di sungai, danau, maupun laut. Maka dalam konsep naturalisasi sungai, pengendalian banjir tak hanya mengandalkan sungai itu sendiri.
Air hujan yang turun dan air kiriman sedapat mungkin ditahan di hulu. Air itu harus diupayakan dialirkan ke waduk-waduk dan situ-situ yang terus harus dibangun di hulu. Sangat penting manajemen pengendalian sedimentasi dan reklamasi tanah/lahan tepian/bantaran sungai.
Oleh sebab itu Dinding Turap Berlubang Alami, terutama yang terpaksa menggunakan bahan semen beton, hanyalah digunakan di lokasi-lokasi DAS yang benar-benar membutuhkan misalnya di tikungan DAS, atau daerah-daerah yang labil atau kritis, gampang kena erosi/longsor. Sedang di DAS yang tidak labil/kritis, cukup gunakanlah Dinding Turap Lubang Alami berbahan tanah liat (lempung, Jawa).
Dinding Turap Berlubang Alami berbahan tanah liat ini digunakan untuk DAS lain yang sudah cukup kuat kokoh daya cengkeram bebatuan dan pohon/tanaman keras di bantaran sungai.
Adapun dalam penggunaannya yang sangat penting pula, sistem Dinding Turap Berlubang Alami ini senantiasa bersifat pasang surut. Pada saat pasang, bahkan banjir sekalipun, seluruh area sungai benar-benar dapat berfungsi sebagai DAS (daerah aliran sungai).
Namun, pada saat surut atau bahkan kering di musim kemarau, ia dapat kita fungsikan sebagai lahan Urban Farming (pertanian urban), terutama untuk sayuran organik berumur pendek/musiman, seperti bayam, kangkung, sawi, kailan, pak choy, cabe, tomat, terong, dan lain sebagainya.
Bahkan, bisa juga pertanian urban dengan sistem hidroponik bertingkat sehingga bisa dipindah-pindahkan bila terpaksa. Dengan demikian seluruh area itu dapat berfungsi ekonomi kreatif dan ketahanan pangan bagi warga sekitar DAS.
Untuk pelaksanaan perencanaan dinding penahan tanah adapun langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: pertama, memperkirakan ukuran atau dimensi dari dinding penahan tanah.
Kedua, mencari besarnya tekanan tanah, baik secara analitis maupun secara grafis berdasarkan cara yang sesuai dengan tipe dinding penahan tanahnya. Ketiga, lebar dasar dinding penahan tanah harus cukup untuk memobilisasi daya dukung tanahnya.
Keempat, perhitungan kekuatan struktur dari konstruksi penahan tanah, yaitu dengan memeriksa tegangan geser dan tekanan tekan yang diizinkan dari dinding penahan tanah.
Kelima, dinding penahan harus aman dari stabilitas gesernya (sliding stability). Keenam, dinding penahan harus aman dari stabilitas gulingnya (overtuning stability). Ketujuh, tinjauan terhadap lingkungan lokasi dari penempatan dinding penahan.
Baca juga: Pemerintah terus maksimalkan pelayanan kebutuhan dasar korban banjir
Baca juga: Luluh lantak menista lingkungan hidup
Baca juga: Anies sebut 211 sekolah Jakarta terendam selama banjir Jabodetabek
Prasyarat
Adapun prasyarat yang mesti disiapkan adalah pertama, dataran banjir dan daerah bantaran sungai harus dinyatakan sebagai zona sabuk hijau, ruang terbuka hijau. Bukan tempat untuk pembangunan/penanaman beton secara semena-mena (kota superblok), bukan tempat untuk membangun jalan sepadan dan bukan pula untuk perumahan warga.
Kedua, semua sistem drainase dan saluran limpahan air harus dibersihkan secara periodik dari segala hambatan dan rintangan. Ketiga, pemulihan daya tampung air di sungai dengan pendalaman dan pelebaran sungai, serta pengerukan sampah dan sedimentasi.
Keempat, pemulihan fungsi pengendalian banjir. Kelima, konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai ikhtiar pelestarian lingkungan yang didasari pada peran dan fungsi setiap wilayah dalam DAS serta mencakup aspek perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan ekosistem secara berkelanjutan.
Keenam, setiap sekolah tingkat SMP-SMA diwajibkan untuk menyelenggarakan kerja bakti bersama tak terkecuali semua murid dan guru, begitupun mahasiswa dan dosen perguruan tinggi, setidaknya 1 semester 1 kali menyelenggarakan acara kerja bakti bersama dan menyumbang tanaman yang berfungsi untuk mendukung proyek konservasi dan restorasi sungai di wilayahnya.
Ketujuh, harus dibuatkan basis regulasi oleh pemerintah daerah setempat, kalau perlu merupakan kesepakatan nasional digalang oleh Pemerintah Pusat.
Ibarat sepak bola, Sandyawan Sumardi hanya menyediakan bola yang diletakkan di tengah lapangan sepak bola. Selanjutnya nasib sang bola tergantung pada pihak-pihak yang berwenang untuk menendang sang bola.*
*) Jaya Suprana adalah seniman dan budayawan, selaku warga masyarakat yang merasa prihatin atas musibah banjir.
Baca juga: Anies kembali singgung soal normalisasi sungai
Baca juga: Pengungsi akibat banjir dan longsor Jabodetabek mulai kembali ke rumah
Baca juga: Kementerian PUPR bentuk tim reaksi cepat banjir Jabodetabek
Pewarta: Jaya Suprana *)
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020