Hal ini merujuk pada riset dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) beberapa waktu lalu yang menunjukkan komunitas berperan sebagai pemantik semangat dalam pengadopsian gaya hidup dan perilaku sehat di tengah masyarakat.
Riset itu juga mengungkapkan, seseorang lebih mungkin mengadopsi perilaku dan gaya hidup sehat jika menerima informasi dan ajakan hidup sehat berkali- kali dari orang berbeda-beda.
"Masuki komunitas yang berbeda-beda. Kalau kita mendapat pesan yang sama, nanti berpikir, 'jangan-jangan (gaya hidup sehat ini) benar. Kalau mau mengubah sikap, dapat ajakan berkali-kali dari orang berbeda-beda'," kata Roby di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, dia menerangkan, pengambilan keputusan misalnya penerapan pola hidup sehat pada seseorang biasanya dipengaruhi kuat oleh microenvironment di mana dia berada dan dengan siapa ia bergaul sama seperti keluarga, sekolah, tempat kerja dan tempat tinggal.
Karakter yang terbentuk pada microenvironment ini dipengaruhi pula oleh macroenvironment seperti sistem edukasi, kebijakan pemerintah, perkembangan industri dan teknologi.
Inilah alasan, mengapa komunitas punya peranan penting menyebarkan informasi atau ajakan menerapkan gaya hidup sehat.
"Sebagian besar keputusan individu dipengaruhi orang lain, termasuk perilaku hidup sehat. Masyarakat kita dikenal lebih kolektif, jadi pastikan mengikuti sesuatu yang positif atau sehat," kata Roby.
Dia mengatakan, masalah kesehatan yang sebenarnya tidak menular seperti obesitas juga bisa menular, dugaannya karena adanya kecenderungan manusia menduplikasi perilaku orang di sekitarnya.
"Masalah kesehatan bukan hanya masalah individu, bisa menular pada orang-orang di sekitar individu (yang obesitas)," tutur dia.
Baca juga: Gaya hidup sehat BCL
Baca juga: Peringati Hari jantung Sedunia, ini tips cegah serangan jantung
Baca juga: Ibnu Jamil dan Kelly Tandiono berbagi info kesehatan lewat komunitas
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020