Naskah akademik revisi UU KPK disebut fiktif

8 Januari 2020 18:52 WIB
Naskah akademik revisi UU KPK disebut fiktif
Para pembicara dan peserta kuliah umum "Revisi UU KPK dan Potensi Melemahnya Perang terhadap Korupsi" foto bersama di Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Pakuan, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (25-10-2019). ANTARA/M. Fikri Setiawan
Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Laode M. Syarif, Saut Situmorang, dan sejumlah pegiat antikorupsi menyebut naskah akademik dalam perencanaan perubahan UU KPK fiktif dan tidak memenuhi syarat.

Dalam sidang perbaikan permohonan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, kuasa hukum para pegiat antikorupsi itu, Violla Reininda, mengatakan bahwa naskah akademik adalah hal vital dalam pembentukan undang-undang untuk menunjukkan pertanggungjawaban akademis suatu undang-undang.

"Jadi, di dalam naskah akademik ini, kami melihat tidak ada beberapa poin-poin yang dibahas sama sekali, misalnya kedudukan KPK sebagai lembaga yang berada di ranah eksekutif," ujar Violla.

Selain soal KPK sebagai bagian rumpun kekuasaan eksekutif, menurut dia, kajian Dewan Pengawas KPK, penghapusan aturan KPK dalam pembentukan perwakilan dari provinsi, penghapusan tim penasihat, pegawai KPK sebagai ASN, dan usia minimal komisioner semua nihil.

Baca juga: Mantan pimpinan KPK sebut terjadi penyelundupan dalam revisi UU KPK

Baca juga: Pimpinan KPK kirim surat ajukan usulan revisi UU Pemberantasan Korupsi

Baca juga: Pimpinan KPK: Indonesia tak patuh UNCAC akibat adanya revisi UU KPK


"Dari sini kami berkesimpulan bahwa ada suatu kepentingan-kepentingan politik tertentu sehingga perubahan UU KPK yang baru dapat digolkan dan kepentingan pragmatais ini sama sekali tidak bisa dijustifikasi," tutur Violla.

Dalam permohonannya, pemohon mempertanyakan keabsahan secara prosedural pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut lantaran tidak sesuai dengan asas pembentukan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

Agus Rahardjo dkk. meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai hukum yang mengikat.

Selain itu, juga menyatakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK mengalami cacat formil dan cacat prosedural sehingga tidak dapat diberlakukan dan batal demi hukum.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020