Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) sedang menelaah pengerjaan proyek nasional Jembatan Tampes di Desa Selengen, Kabupaten Lombok Utara yang mangkrak."Proyek ini sedang dalam telaah. Dalam proses pengumpulan bahan keterangan atau pulbaket," kata Kepala Kejati NTB Nanang Sigit Yulianto, di Mataram, Rabu.
"Proyek ini sedang dalam telaah. Dalam proses pengumpulan bahan keterangan atau pulbaket," kata Kepala Kejati NTB Nanang Sigit Yulianto, di Mataram, Rabu.
Baca juga: Ikhtiar APH di NTB berantas korupsi ibarat "macan ompong"
Sigit menyatakan setiap pengerjaan proyek nasional di NTB sudah menjadi atensinya sebagai Kajati NTB yang baru menggantikan pejabat sebelumnya, Arif.
"Jadi nanti kita lihat, apakah unsur-unsurnya terpenuhi atau bagaimana," ujar dia.
Lebih lanjut, Nanang mengatakan bahwa dirinya telah meminta bidang pidana khusus dan intelijen turun lapangan. Berangkat dari hasil cek lokasi, Nanang ingin melihat apakah ada unsur pidana dalam proyek yang mangkrak tersebut.
Begitu juga dengan klarifikasi dengan pihak terkait, baik dari instansi pemerintahan maupun pelaksana proyeknya, termasuk mengorek informasi dari Tim Pengawal, Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4D) yang sebelumnya mendampingi proyek tersebut dan menemukan deviasi pekerjaan 54 persen hingga pada akhirnya direkomendasikan untuk putus kontrak.
Sebelumnya, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX NTB, Nusakti Yasa Wedha menjelaskan, mangkraknya proyek yang bersumber dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu disebabkan kontraktornya tidak mampu menyelesaikan proyek tersebut sesuai dengan kontrak kerjanya.
Baca juga: Jaksa di NTB menghentikan penyelidikan tiga kasus korupsi
Pemenang tender dari proyek dengan nama paket pembangunan Jembatan Longken Cs ini berasal dari Semarang, Jawa Tengah dengan nilai kontrak Rp36 miliar. Proyek tersebut meliputi dua pengerjaan, yakni pembangunan Jembatan Tampes dan Jembatan Longken yang berada di Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara.
Berdasarkan progres pembangunannya, pihak kontraktor hanya menyelesaikan 14 persen dari seharusnya pada 18 Desember lalu mencapai 100 persen pembangunan.
Karenanya pada November 2019, BPJN telah memutus kontraknya dan meminta pihak kontraktor mengembalikan Rp5 miliar biaya pembangunan yang sebelumnya telah digunakan agar tidak menjadi kerugian negaranya.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020