• Beranda
  • Berita
  • Pesan Bung Karno jadi semangat Megawati dalam berpolitik

Pesan Bung Karno jadi semangat Megawati dalam berpolitik

10 Januari 2020 19:10 WIB
Pesan Bung Karno jadi semangat Megawati dalam berpolitik
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politiknya dalam peresmian pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I di Jakarta, Jumat (10/1/2020). Rakernas I partai berlambang kepala banteng dengan moncong putih pada tahun 2020 tersebut bertemakan "Solid Bergerak Wujudkan Indonesia Negara Industri Berbasis Riset dan Inovasi Nasional". ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.

​​Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menceritakan inti semangatnya dalam meniti karir politik yang bisa dibilang tak mudah, namun pesan Proklamator RI Bung Karno menjadi semangatnya dalam berpolitik.

Megawati dalam pidato politiknya di Pembukaan Rakernas I PDIP dan HUT Ke-47 partai, di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat, mengatakan setiap kepelikan dan kepedihan yang dialaminya, dirinya selalu mengingat sang ayah, Bung Karno dan nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila.

Menurut dia, tidak mudah membangun partai yang saat ini sudah berusia 47 tahun. Mulai saat mendirikan partai bernama Partai Demokrasi Indonesia di bawah rezim Soeharto sampai kepemimpinan Joko Widodo saat ini.

"Kegembiraan, kepedihan, kemajuan, harapan, kekecewaan, rasa pahit, rasa getir, manis, cemas, letih, babak belur, semua sudah kami alami. Setelah PDIP berturut-turut menang, dalam dua kali Pemilu, 2014 dan 2019, pertanyaan yang selalu menghentak dalam dada saya, inikah makna sesungguhnya sebuah kemenangan politik? Jika sudah menang pemilu, lalu mau apa?" kata Megawati.

Megawati menyampaikan hal itu di hadapan ribuan kadernya yang juga dihadiri Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin dan sejumlah wakil presiden terdahulu yaitu Try Sutrisno, Boediono dan Jusuf Kalla.

"Apakah menang pemilu berupa kemenangan elektoral? Jadi tujuan akhir bagi partai? Kegelisahan-kegelisahan tersebut selalu melingkari diri saya. Beberapa hari ini saya merenung, saya mencoba menggali kembali lembar-lembar kehidupan politik yang saya lewati. Perenungan spiritual itu mengingatkan saya kepada kotak pandora ingatan, kotak yang berisi cita-cita dan gagasan politik laki-laki yang saya panggil bapak," jelasnya.

Bapak yang dimaksud Megawati adalah Bung Karno. Yang selalu mendidik Megawati sejak kecil untuk hidup di jalan pengabdian kepada Tanah Air dan bangsa.

"Bapak mengatakan, saya memohon kepada Allah SWT, tetapkanlah kecintaannya pada Tanah Air dan bangsa, selalu menyala-menyala di dalam saya punya keadaan sampai terbawa masuk ke dalam kubur saat Allah memanggil," tutur Megawati.

Megawati pernah dalam posisi terendah saat memimpin Partai Demokrasi Indonesia. Saat itu, Megawati menyadari berada di posisi berseberangan dengan pemerintahan Soeharto. Namun, perbedaan itu membuat kantornya diserang pada 27 Juli 1996.

"Saya sangat merasa prihatin. Karena saya merasa bukan diri saya yang terobek. Tetapi hukum di Indonesia terobek. Karena bagaimana mungkin sebuah partai yang telah sah ditandatangani oleh republik ini lalu tiba-tiba diserang dan dengan korban yang sampai sekarang ini belum diketahui berapa jumlah yang sebenarnya," kata Megawati.

Meski kerap merasa terjatuh, Megawati selalu berpegangan kepada pesan sang bapak. Lalu, Megawati juga berpegangan pada keyakinan ideologi Pancasila yang memiliki gagasan membumi.

Menurut dia, keyakinan itu menjadi penyulut semangat bahwa Pancasila harus diperjuangkan agar terwujud kemerdekaan yang penuh, makmur, adil, sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia yang menyumbang penuh bagi dunia.

"Itulah doa bapak saya, yang dipanggil oleh rakyat Indonesia dengan sebutan Bung Karno. Doa bapak selalu menuntun saya di saat merasa gamang atau hampir kehilangan asa dalam pertarungan politik," kata Megawati.


Baca juga: Megawati ingatkan kadernya tak ambil keuntungan pribadi

Baca juga: Megawati ingatkan kader PDIP jangan jadi politisi populis

Baca juga: Megawati: Pancasila adalah falsafah kemanusiaan

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020