• Beranda
  • Berita
  • Harga tinggi, pegiat atsiri ajak petani budi daya nilam

Harga tinggi, pegiat atsiri ajak petani budi daya nilam

11 Januari 2020 09:46 WIB
Harga tinggi, pegiat atsiri ajak petani budi daya nilam
Rahman Nur Hakim (RNH) Ketua Komunitas Kampung Atsiri (Antaranews Kaltim/ M Ghofar)

Umur nilam rata-rata empat tahun

Komunitas Kampung Atsiri di Kelurahan Bukuan, Kota Samarinda, berkeinginan mengembangkan 20 hektare tanaman nilam karena sudah ada pihak yang menawarkan bibit, pendampingan budi daya, hingga menjadi pembeli minyak atsiri.

"Selama ini yang menjadi kendala petani dalam pengembangan tanaman berbasis atsiri terletak pada pemeliharaan tanaman hingga kualitas minyak yang akhirnya berpengaruh pada harga jual," ujar Ketua Komunitas Kampung Atsiri Samarinda Rahman Nur Hakim di Samarinda, Kalimantan Tmur, Sabtu.

Dengan adanya tawaran dari dari salah satu perusahaan pemasok atsiri yang membantu pembibitan, pendampingan dalam pemeliharaan tanaman hingga pembelian produk ini, kata dia, tentu menjadi peluang besar dalam pengembangannya karena pasar juga selama ini menjadi kendala.

Saat ini harga atsiri dari nilam ada di kisaran Rp600 ribu hingga Rp670 ribu per kilogram, sehingga ia berkeinginan mencari petani yang memiliki lahan sekaligus tenaga, berikut lokasi yang dekat dengan penyulingan, sehingga begitu panen langsung bisa disuling.

Mengingat harga yang tinggi tersebut, maka Rahman mengajak siapapun yang berkeinginan mengembangkan atsiri bisa bergabung.

Ia mengaku selama ini sebagai pegiat atsiri dari berbagai jenis tanaman, terkadang bingung mencari pemasok ke mana ketika ada perusahaan yang ingin membeli dalam jumlah besar.

Saat ini, lanjut Nanang, panggilan keseharian Rahman, sudah ada lahan 15 hektare di Bukuan yang siap menjadi lahan budi daya nilam.  Namun ia tidak ingin semuanya terkonsentrasi di kawasan itu karena di Bukuan dan sekitarnya belum ada mesin penyulingan yang berkapasitas besar.

Untuk itu, ia ingin memecah pengembangan nilam tersebut ke beberapa daerah yang telah memiliki ketel atau mesin suling, seperti di Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, kemudian di Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), dan di Marangkayu.

Meski demikian, ia juga menyarankan di lahan tersebut tidak ditanami nilam semua. Menurut dia, perlu juga tanaman pendamping seperti palawija dan hortikultura agar petani tidak terlalu lama menunggu masa panen nilam, yang mencapai enam bulan untuk tahap awal.

"Umur nilam rata-rata empat tahun. Saat penanaman pertama, enam bulan kemudian baru bisa dipanen, bisa juga untuk bibit. Setelah enam bulan pertama, maka untuk selanjutnya bisa dipanen per tiga bulan," kata Nanang. 

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020