Hal itu diminta oleh Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Mudzakkir agar tidak menimbulkan masalah bagi KPK dalam melaksanakan wewenang penegakan hukum.
"Saya tanya kerugiannya berapa dia? Suapnya Rp900 Juta, maka jadi pertanyaan itu kewenangan (KPK) atau tidak? Saya jawab tidak. Karena apa? Harus Rp1 miliar," kata Mudzakkir ketika ditemui usai diskusi Polemik KPK di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu.
Oleh karena itu, ia meminta berkas penyelidikan KPK itu segera dikumpulkan dan diserahkan kepada kepolisian dan kejaksaan.
Setelah itu, KPK bisa menindaklanjuti dengan mengawasi proses selanjutnya (penyidikan) yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan.
Sebab, menurut dia, di dalam Pasal 11 Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan Undang-Undang KPK, KPK hanya berwenang menangani tindak pidana korupsi menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.
Namun, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum jika kemudian ditemukan adanya permainan di dalam penanganan kasus korupsi di bawah Rp1 miliar tersebut.
"Kalau Jaksa main-main, tangkap Jaksanya. Ambil perkaranya. Kalau di-take over boleh kalau kurang dari Rp1 miliar," kata Mudzakkir.
Secara prinsip hukum, seharusnya KPK tidak menangani perkara yang tidak memenuhi prasyarat yang terdapat di dalam perubahan UU KPK tersebut.
Ini dalam rangka mengembalikan marwah KPK sebagai lembaga superbody, yang mampu mengawasi bahkan menindak aparat penegak hukum dari kepolisian dan kejaksaan.
"Kalau sekarang, hari ini, KPK itu everybody. Statusnya sama dengan (penegak hukum) lainnya," kata Mudzakkir.
Baca juga: Soal kasus suap WS, ICW desak KPK bongkar keterlibatan aktor lain
Baca juga: Bawaslu tak mau dikaitkan dengan tersangka suap Agustiani
Baca juga: Busyro sebut OTT anggota KPU bentuk lemahnya pengawasan lembaga
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020