Dokter spesialis penyakit dalam dari rumah sakit St. Carolus, Jakarta dr. Laurentius Aswin Pramono mengatakan mereka yang mengalami sindrom ini umumnya tak akan pulih tenaganya walau sudah beristirahat.
"Harus healing secara fisik dan mental. Lakukan hal-hal yang menyenangkan, liburan itu kebutuhan setiap individu menurut saya," kata dia di Jakarta, Senin.
Laman Mayo Clinic menyebut, selain lelah yang berlangsung lebih dari 24 jam (terutama usai latihan fisik), penderita juga bisa kehilangan konsentrasi, sakit tenggorokan, mengalami pembesaran kelenjar getah bening di leher atau ketiak.
Gejala lainnya, nyeri otot atau persendian yang tidak bisa dijelaskan, sakit kepala dan tidur tak nyenyak.
Penyebab sindrom kelelahan kronis belum diketahui, meskipun ada banyak teori - mulai dari infeksi virus hingga tekanan psikologis.
Masalah sistem kekebalan tubuh juga bisa menjadi pemicu. Sistem kekebalan tubuh orang yang mengalami sindrom kelelahan kronis tampaknya sedikit terganggu, tetapi tidak jelas apakah gangguan ini cukup untuk benar-benar menyebabkan gangguan tersebut.
Hal lainnya, ketidakseimbangan hormon. Orang yang memiliki sindrom kelelahan kronis juga kadang-kadang mengalami kadar hormon abnormal dalam darah yang diproduksi di hipotalamus, kelenjar hipofisis, atau kelenjar adrenal. Tetapi signifikansi kelainan ini masih belum diketahui.
Ada sejumlah faktor yang bisa meningkatkan risiko sindrom kelelahan kronis antara lain usia, jenis kelamin dan stres.
Sindrom kelelahan kronis dapat terjadi pada usia berapa pun, tetapi paling sering menyerang orang berusia 40 -50 tahun-an dan kebanyakan dialami wanita.
Baca juga: Stres bikin otak mengecil
Baca juga: Manajemen waktu, kunci kebahagiaan ibu rumah tangga
Baca juga: Bahagia itu mudah, ini caranya
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2020