"Menurut penelitian dan perhitungan Bumi Global Karbon Foundatioan (BGKF) berdasarkan estimasi kami dengan metode ISO 14064 dan analisis regresi-korelasi, kami telah menghitung total perusahaan 134 bank yang telah menyumbangkan penurunan sekitar 314 ribu ton CO2," ungkap Deni di Jakarta, Senin.
Capaian ini cukup positif dalam rangka mewujudkan Nationally Determine Contribution, atau rancangan aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29 persen dalam negeri dan 41 persen dengan bantuan luar negeri.
Hal itu sesuai Paris Agreement yang ditandatangani Presiden Jokowi dan sudah menjadi UU No 16 Tahun 2016," ungkap Deni.
Total penurunan 314 ribu ton emisi GRK oleh 134 bank tersebut belum termasuk program Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang ditujukan kepada kegiatan lingkungan, kegiatan inklusi keuangan, Laku Pandai, dan pembiayaaan Project Green dari perbankan.
Hanya saja, kata Deni yang juga Presiden Direktur Center of Banking Crisis (CBC) itu, dari 134 bank, hanya 21 bank yang membuat Sustainaibility Report (laporan berkelanjutan).
"Itupun nilai kesesuaian terhadap standard Global Reporting Initiative (GRI) masih di bawah 70 persen dan belum ada perhitungan emisi GRK-nya. Kecuali Bank Jabar Banten yang paling lengkap, itu pun hanya Tahun 2016 dan 2017," ungkapnya.
Dijelaskan, Sustainaibility Report (SR) menyangkut tiga hal yakni ekonomi, lingkungan dan sosial. Jika dirincikan lebih detil terdiri dari 17 item pencapaian sesuai SDGs, merupakan amanat Perpres No 59 Tahun 2017.
Dalam laporan tersebut mencantumkan perhitungan emisi GRK dan dan kegiatan penurunan emisi yang telah dilakukan.
Deni menyebutkan keberhasilan perbankan menurunkan emisi karbon tidak lepas dari peran OJK yang menerbitkan Peraturan OJK (POJK) No 51 Tahun 2017. Di mana, seluruh industri keuangan wajib membuat laporan berkelanjutan (SR).
"OJK adalah lembaga yang sangat concern dan lebih maju terhadap perubahan iklim ketimbang lembaga lain di Indonesia," ungkapnya.
Sedangkan 113 bank belum membuat SR atau belum tepat dalam penyusunannya. Karena, menyamakan laporan SR dengan laporan CSR. Itupun laporan yg dihasilkan tidak semua dijamin oleh pihak ketiga.
"Saat ini Bumi Global Karbon foundation sedang berusaha membantu dan mengedukasi industri keuangan untuk memperbaiki laporan SR nya agar sesuai GRI standard. Dan juga sesuai aturan OJK, dan aturan perundang-undangan lainnya," papar Deni.
Jika seluruh industri keuangan telah membuat SR, kata dia, GRI standar dan sesuai aturan, maka akan memberikan manfaat signfikan terhadap negara khususnya OJK. "Karena dapat memonitor pencapaian SDG's untuk industri keuangan," paparnya.
Selain itu, lanjutnya, dapat dibuat baseline penurunan emisi GRK untuk tahun berikutnya. Mendorong carbon trading bagi debitur perbankan atau perbankan yang memiliki emisi GRK berskema offset untuk industri lain yang belum mencapai target pemenuhan pengurangan emisi.
"Seluruh industri keuangan dapat masuk ke Index Green dunia, khususnya yang sudah go public. Dan, sustainaibility investor dunia akan semakin tertarik masuk ke Indonesia. Tentunya menjalin kerja sama dengan perusahaan Indonesia yang memiliki cita cita sama yakni sustainability," pungkas Deni.
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020