Rommy: Jaksa KPK ciptakan fakta imajiner

13 Januari 2020 18:56 WIB
Rommy: Jaksa KPK ciptakan fakta imajiner
Mantan Ketua Umum PPP yang juga anggota DPR RI 2014-2019 Romahurmuziy alias Rommy membacakan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/1/2020). ANTARA/Desca Lidya Natalia/pri.
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga anggota DPR RI 2014-2019 Romahurmuziy alias Rommy mengatakan jaksa penuntut umum (JPU) KPK menciptakan fakta imajiner dalam surat tuntutan.

"Penuntut umum menciptakan fakta imajiner, bahwa saya memerintahkan Lukman Saifuddin untuk meloloskan Haris dalam seleksi administrasi pada bulan Desember 2018. Ini didasarkan atas WA (whatsapp) saya kepada Haris yang berbunyi 'harus langsung B1'," kata Rommy di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Baca juga: Mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy dituntut 4 tahun penjara

Baca juga: Rommy mengaku terima uang karena ingin tutupi perbuatan Haris

Baca juga: Rommy disebut beri perintah melalui Sekjen Kemenag dan Lukman Hakim


Rommy adalah terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap sebesar Rp255 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.

Rommy dituntut 4 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan ditambah pembayaran kewajiban sebesar Rp46,4 juta subsider 1 tahun penjara dan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.

"Sepanjang persidangan, penuntut umum tidak mampu membuktikan, bagaimana cara saya memerintahkan Lukman Saifuddin. Mengapa hanya atas dasar WA tersebut, disebut saya memerintahkan Lukman Saifuddin, sementara kesaksian Lukman Saifuddin, Nurkholis Setiawan dan Ahmadi, maupun seluruh bukti di persidangan tidak ada satu pun yang menyatakan atau menunjukkan saya memerintahkan mereka?" ungkap Rommy.

Menurut Rommy, jaksa penuntut umum KPK sengaja tidak menuliskan fakta telepon pengasuh pondok pesantren Amanatul Ummah, KH Asep Syaifuddin Chalim pada 7 Januari 2019 dari Arab Saudi.

Dalam rekaman tersebut menurut Rommy, nyata betul kyai Asep menelepon Rommy dari Mekkah menggunakan telepon genggam milik Ulfah Mashfufah, Sekretaris Umumnya Khofifah yang juga menjabat Ketua Umum PP. Muslimat NU, ormas perempuan terbesar di Indonesia.

"Dalam rekaman itu, kalau penuntut umum mau membuka semuanya ke hadapan publik, jelas betul kyai Asep menyoal persyaratan tidak kena hukuman disiplin. Itu artinya, kyai Asep bukan hanya tidak merekomendasikan Haris, alih-alih malah mendesakkan Haris dan sangat menguasai detail persoalan yang menimpa Haris," ungkap Rommy.

Keberadaan Ulfah selaku Sekum Khofifah yang umroh tasyakuran kemenangan Khofifah dalam satu rombongan tersebut menurut Rommy juga memperkuat fakta bahwa Khofifah memang mendukung Haris selaku Kakanwil.

Selanjutnya, JPU KPK Menurut Rommy tidak menuliskan fakta adanya WA Khofifah kepada Rommy tertanggal 10 Februari 2019.

"WA Khofifah kepada saya ditayangkan di persidangan Haris-Muafaq, namun tidak dibuka di persidangan saya. Apakah karena isinya 'menguntungkan' saya? Jelas-jelas Khofifah menyoal, mengapa Haris yang sudah masuk 3 besar tidak dilantik, jangan sampai terjadi masuk angin," tambah Rommy.

Menurut Rommy, tidak mungkin WA yang bunyinya demikian soal Haris, disampaikan baru pertama kalinya oleh Khofifah kepada dirinya dan tidak mungkin kalimat WA itu tidak dimaknai rekomendasi Khofifah soal Haris.

Rommy pun meminta majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan jaksa KPK.

Terkait perkara ini, Haris dan Muafaq sendiri telah dijatuhi vonis. Haris divonis 2 tahun penjara karena dinilai terbukti menyuap Rommy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebesar Rp325 juta. Sedangkan Muafaq divonis 1,5 tahun penjara karena dinilai terbukti memberikan suap sejumlah Rp91,4 juta kepada Rommy dan caleg DPRD Gresik dari PPP Abdul Wahab.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020