Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sependapat jika terdapat rekayasa pada Laporan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya 2017, namun asosiasi profesi itu menegaskan anggotanya tidak terlibat dalam rekayasa itu.Jadi ada rekayasa, iya. Tapi kalau auditor ikut rekayasa, saya tidak setuju. Auditor sudah bekerja sesuai yang dikerjakan
Ketua Umum IAPI Tarkosunaryo dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, mengklarifikasi bahwa sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) sudah melakukan audit pada keuangan Jiwasraya pada 2017. Hasilnya, Jiwasraya semestinya melakukan pencadangan teknis Rp7,7 triliun, bukan malah mengklaim meraup laba.
Namun, Jiwasraya justeru mengabaikan temuan dari KAP itu dan mengumumkan laba Rp360 miliar.
Baca juga: Pemerintah akan segera bentuk Lembaga Penjamin Polis
"Tapi tidak ada kejelasan lebih lanjut (dari Jiwasraya) apa yang menyebabkan hal itu (kekurangan pencadangan) terjadi. Kami menyayangkan laporan lengkap tahun 2017 tidak dipublikasikan secara lengkap sehingga tidak transparan," kata Tarko.
Pada Laporan Keuangan Jiwasraya 2017 itu, Tarko menuturkan KAP sudah memberikan opini tidak wajar (adverse) karena kekurangan pencadangan itu. Jiwasraya seharusnya merugi Rp7 triliun pada 2017.
"Kalau Laporan Keuangan Jiwasraya 2017 itu dianggap rekayasa, saya setuju. Karena cadangannya kurang. Laba Rp2 triliun pada triwulan IV 2017 (unaudited), pada Juni 2018 sudah dipublikasikan laba tinggal Rp300 miliar. Tapi opini auditor publik sebenarnya 'adverse'," ujar dia.
Tarko menjelaskan bahwa pada 2017, akuntan publik memberikan opini "adverse" yang termasuk opini dengan modifikasian. Jenis opini ini diberikan karena adanya ketidaksesuaian secara material laporan keuangan dengan standar akuntansi atau karena auditor kekurangan bukti sehingga tidak cukup memberikan opini WTP.
Baca juga: YLKI nilai Pansus Jiwasraya tidak jamin pengembalian uang nasabah
Terkait peran akuntan publik, Tarko mengklaim kantor akuntan publik akan menyarankan perusahaan untuk mengoreksi laporan keuangan dengan memasukkan kekurangan pencadangan sebesar Rp7,7 triliun dalam neraca keuangan sehingga laporan yang tadinya mencetak laba, seharusnya merugi.
Namun, kewenangan lebih lanjut berada di tangan direksi perusahaan sebab akuntan publik tidak bisa mempublikasikan hasil audit sebuah perusahaan.
"Jadi ada rekayasa, iya. Tapi kalau auditor ikut rekayasa, saya tidak setuju. Auditor sudah bekerja sesuai yang dikerjakan," kata Tarko.
Sebelumnya, PT Asuransi Jiwasraya Persero mengalami gagal bayar polis asuransi JS Saving Plan karena adanya kecurangan dan kesalahan investasi.
Aset Jiwasraya tidak cukup menanggung liabilitas kepada para pemegang polis. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun telah dua kali melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan investigasi.
BPK mencatat Jiwasraya memang sudah membukukan laba semu sejak 2006. Kemudian pada Pada 2017, Jiwasraya kembali memperoleh opini tidak wajar dalam laporan keuangannya.
Kemudian pada 2018, Jiwasraya akhirnya membukukan kerugian (unaudited) sebesar Rp15,3 triliun. Pada September 2019, kerugian menurun jadi Rp13,7 triliun. Kemudian di November 2019, Jiwasraya mengalami ekuitas negatif sebesar Rp27,2 triliun.
Baca juga: Pengamat sarankan pemerintah segera tuntaskan kasus Jiwasraya
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020