Lembaga riset Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melakukan penataan regulasi pilkada yang akurat konstitusionalitasnya agar tidak dipersoalkan di kemudian hari.Tantangan bagi penyelenggara pemilu membuat desain regulasi yang konstitusional tanpa celah untuk dipersoalkan secara hukum sehingga pilkada berjalan dengan saat baik
"Tantangan bagi penyelenggara pemilu membuat desain regulasi yang konstitusional tanpa celah untuk dipersoalkan secara hukum sehingga pilkada berjalan dengan saat baik," ujar Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, regulasi pilkada rentan dipersoalkan oleh pihak berkepentingan dan diuji konstitusionalitasnya ketika dianggap melanggar hak-hak peserta pilkada.
Baca juga: Sengketa Pilkada 2020 diperkirakan naik
Selain memastikan regulasi sesuai konstitusi, KPU-Bawaslu mesti menyesuaikan dengan praktik penyelenggaraan yang berkembang, seperti rencana rekapitulasi elektronik, penyesuaian kondisi kelembagaan Bawaslu dan penegakan hukum pilkada.
Putusan Mahkamah Konstitusi apabila ditetapkan saat tahapan pilkada pun perlu diantisipasi. Pasalnya saat ini, masih terdapat tiga permohonan pengujian Undang-Undang Pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Ada pun Pilkada Serentak 2020 akan diselenggarakan di 270 daerah, yakni 9 pemilihan gubernur, 224 pemilihan bupati dan 37 pemilihan wali kota.
Baca juga: Calon tunggal diproyeksikan naik dalam Pilkada 2020
Partisipasi dalam penggunaan hak pilih selama ini cukup tinggi, yakni rata rata di atas lima puluh persen, seperti Pilkada Serentak 2015 sebesar 69,23 persen, 2017 sebesar 74,5 persen dan 2018 sebesar 73,24 persen.
Namun, di daerah tertentu, partisipasi sangat rendah dibandingkan rata-rata nasional seperti partisipasi dalam Pilkada Kota Medan 2015 yang hanya 26 persen.
Baca juga: Sambut Pilkada 2020, Mendagri: Anggaran DKPP masih kurang Rp137 miliar
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020