"Secara politik, wacana menaikkan ambang batas perolehan kursi perlu dicermati secara baik, agar isu dibalik ambang batas ini tidak terselip niat yang lain," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Senin, terkait wacana menaikkan ambang batas perolehan kursi di parlemen.
Wacana menaikkan ambang batas perolehan kursi DPR mulai digulirkan kembali menjelang perubahan undang-undang pemilu, partai politik dan MD3.
Muncul gagasan agar ambang batas berlaku secara nasional, namun beda persentase peroleh kursi, yakni DPR pusat 7 persen, DPRD provinsi 5 persen dan DPRD kabupaten/kota 3 persen perolehan kursi.
Model ini menurut mantan pembantu Rektor I UMK itu, merupakan sebuah lompatan pemikiran yang cukup maju, agar partai politik mempersiapkan diri secara matang.
Hal ini menuntut partai di daerah hingga pusat tidak hanya sekedar papan nama, namun memiliki militansi untuk memperkuat ruang kompetisi.
Dengan demikian, partai tidak dikelola hanya sekadar momen pemilu dan pilkada semata-mata, namun partai harus eksis sebagai representasi publik.
Sungguhpun begitu, wacana tersebut muncul secara kencang justru dari partai papan atas, akan tetapi lemah dari partai papan tengan ke bawah.
Menurut dia, fenomena ini dapat terbaca pada dua sisi, yakni kenaikan ambang batas sebagai upaya untuk penyederhanaan partai agar lebih berkualitas, atau bagian dari strategi partai papan atas untuk menyingkirkan partai menengah dan kecil.
Karena itu, secara politik, wacana dimaksud perlu dicermati agar isu dibalik ambang batas tidak terselip niat yang lain, katanya menjelaskan.
Baca juga: F-NasDem usulkan revisi UU Pemilu pisahkan Pileg-Pilpres
Baca juga: F-PPP usulkan enam poin revisi UU Pemilu
Baca juga: Revisi UU Pemilu dan mencari desain kepemiluan 2024
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020