Aziz menjelaskan, merujuk pasal 1 ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Terorisme, terorisme didefinisikan sebagai perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
"Mencermati definisi undang-undang di atas, agaknya kelompok bersenjata di Papua memenuhi beberapa kriteria yang dimaksud," kata Azis dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Azis mencontohkan pembantaian 31 orang pekerja infrastruktur yang terjadi pada tahun 2018, menimbulkan suasana teror di tengah masyarakat.
Jumlah korban meninggal itu menurut dia, bahkan lebih besar dari jumlah korban terorisme yang berlangsung dalam satu dekade terakhir di Indonesia.
"Karena itu apabila benar tindakan tersebut di dorong oleh motif untuk memisahkan diri dari NKRI, artinya gerakan tersebut juga bersifat ideologis dan bermotif politik," ujarnya.
Menurut dia, apabila ditinjau dari perspektif strategis, redefinisi status KKB Papua menjadi organisasi terorisme, juga bisa memudahkan aparat untuk menegakkan hukum di wilayah itu.
"Karena statusnya akan definitif, dan payung hukumnya pun akan lebih kokoh dari pada status kelompok kriminal biasa," katanya.
Dia juga meyakini redefinisi identitas itu juga akan menghindari kemungkinan persinggungan isu kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang saat ini sudah bergaung di dunia internasional.
Dia mengatakan, belum hilang dari ingatan kita pada tahun 2016, isu pelanggaran HAM Papua dilontarkan negara-negara di kepulauan Pasifik dalam Sidang Umum PBB.
Lalu pada tahun 2017, hal tersebut kembali terjadi, ketika delegasi Indonesia di PBB terpaksa harus menanggapi tuduhan yang sampaikan kepada Indonesia.
"Dalam kerangka ini, meredefinisi identitas kelompok kriminal bersenjata Papua menjadi kelompok teroris, akan secara otomatis mengunci kemungkinan lahirnya dukungan masyarakat internasional atas gerakan mereka," katanya.
Menurut dia, bagi dunia internasional, terorisme sudah jadi musuh kemanusiaan dan di sisi lain, sebagaimana layaknya organisasi teroris, pemerintah dapat melacak akses jejaring internasional mereka, termasuk juga aliran dana internasional yang mendukung gerakan mereka.
Selain itu menurut dia, pemerintah dan masyarakat dapat membedakan secara definitif antara tuntutan objektif yang murni berasal dari aspirasi masyarakat Papua dengan gerakan kriminal yang berkedok aspirasi politik masyarakat.
Baca juga: Polisi temukan 6 selongsong peluru di lokasi penembakan KKB
Baca juga: Kapolda: KKB pimpinan JB tembaki konvoi bus PT. Freeport di Mile 53
Baca juga: Kapolda Papua jenguk anggota Brimob tertembak KKB
Baca juga: Kapolda Papua: KKB Egianus kembali menembak Brimob di Kenyam
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020