Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) menyebut terbuka kemungkinan kader PDIP Harun Masiku (HAR) dikenakan pasal merintangi penyidikan atau obstruction of justice.Di Pasal 21 memang sangat memungkinkan siapapun di dalam proses penyidikan dan penuntutan yang menghalangi kerja-kerja dari penyidikan
"Di Pasal 21 memang sangat memungkinkan siapapun di dalam proses penyidikan dan penuntutan yang menghalangi kerja-kerja dari penyidikan maupun penuntutan tetapi perlu dikaji lebih lanjut dan lebih jauh terkait itu," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Senin.
Baca juga: Ketua KPK: Hak PDIP lapor ke Dewas soal Harun Masiku
Harun merupakan salah tersangka suap terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 yang telah dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Berdasarkan catatan Ditjen Imigrasi Kemenkumham, Harun telah keluar Indonesia menuju Singapura pada Senin (6/1) melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang sekitar pukul 11.00 WIB.
"Seluruh kemungkinan itu ada tetapi perlu kajian lebih jauh apakah memang benar-benar pihak yang dianggap menghambat proses penyidikan termasuk juga nanti ke depan kalau nanti penuntutan terjadi kita bisa terapkan Pasal 21. Sejauh ini belum masuk ke sana," ucap Ali.
Adapun Pasal 21 tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana paling singkat 3 tahun dan maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
KPK pada Kamis (9/1) telah mengumumkan empat tersangka terkait tindak pidana korupsi suap penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024. Sebagai penerima, yakni Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WSE) dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF).
Sedangkan sebagai pemberi Harun Masiku dan Saeful (SAE) dari unsur swasta.
Diketahui, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR RI dapil Sumatera Selatan I menggantikan caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu hanya menerima Rp600 juta.
Baca juga: PDIP pastikan Menkumham tak intervensi kasus Harun Masiku
Baca juga: KPK kirim surat panggilan pemeriksaan ke kediaman Harun Masiku
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020