Hal ini disampaikan pada Rapat Koordinasi Pelaksanaan Program Gammara'ta (Gerakan Masyarakat Mencegah dan Memberantas Stunting) Sulawesi Selatan di hadapan Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman di Makassar, Selasa.
"Target penurunan kekerdilan Pemprov Sulsel menjadi 29,2 persen pada 2020, tahun 2021 menjadi 25,9 persen sedangkan 2022 menjadi 22,74 persen dan di tahun 2023 menjadi 19,5 persen," katanya.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan, angka kekerdilan di Sulsel pada 2018 berada di angka 35,6 persen. Sedangkan, pada 2019, berdasarkan data dari Kementerian Koordinasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, angka kekerdilan di Sulsel menjadi 30,5 persen.
Baca juga: Sulsel klaim berhasil tekan angka kekerdilan anak 5,1 persen
Baca juga: Entaskan "stunting" di Sulsel, PKK dorong optimalisasi posyandu
Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman menyampaikan pentingnya intervensi penyelesaian masalah kekerdilan di Sulsel. Oleh karena itu bisa diketahui gambaran penyelesaian masalah sebelum dan sesudah.
"Intervensi penyelesaian masalah kekerdilan di Sulawesi Selatan akan dibuat sebagai percontohan nasional. Oleh karena itu dibutuhkan rapor program yang telah diintervensi," katanya.
Berdasarkan data, fokus intervensi untuk kekerdilan menyasar 70 desa lokus dari dua kabupaten lokus pada 2019 ditambah satu desa lokus dari sembilan kabupaten lokus 2020.
Selain itu, pada Kabupaten Enrekang ada 30 desa lokus, Kabupaten Bone 40 desa lokus. Sasaran intervensinya itu kepada remaja putri, ibu hamil, bayi dua tahun dan balita.
"Tenaga pendamping gizi akan memastikan, apakah bantuan sampai atau tidak," katanya.
Tenaga pendamping gizi yang berkedudukan di desa melakukan pendampingan pada keluarga miskin dan pendidikan rendah.*
Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020