Pemerintah Iran mengatakan pihaknya sudah meminta kepada otoritas Amerika Serikat dan Prancis peralatan untuk mengunduh informasi dari kotak hitam pesawat milik maskapai Ukrania yang jatuh.Jika perbekalan dan peralatan yang tepat sudah disediakan, informasinya dapat dibawa keluar dan direkonstruksi dalam waktu singkat,
Langkah pemerintah Iran itu berpotensi menuai amarah dari negara-negara yang ingin kotak hitam tersebut dianalisa di luar Iran.
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, yang kehilangan 57 warganya dari 176 orang yang terbunuh dalam kecelakaan pesawat tersebut, mengatakan Iran tidak mempunyai kemampuan untuk membaca data dari kotak hitam. Untuk itu, Trudeau meminta rekaman kokpit dan penerbangan harus dikirim ke Prancis. Namun, Kiev ingin rekaman tersebut dikirim ke Ukraina.
Pesawat Boeing 737 buatan Amerika Serikat yang diterbangkan oleh Maskapai Internasional Ukraina jatuh tertembak karena kesalahan Militer Iran pada 8 Januari selama periode serangan militer balasan, termasuk atas terbunuhnya jenderal senior Iran oleh AS pada 3 Januari.
Teheran, yang telah terlibat dalam perselisihan jangka panjang dengan Amerika Serikat terkait program nuklirnya, telah memberikan sinyal beragam tentang apakah Iran akan menyerahkan rekaman kotak hitam tersebut.
Seorang pejabat urusan penerbangan Iran pada Sabtu (18/1) mengatakan bahwa kotak hitam tersebut akan dikirim ke Ukraina, namun pernyataan itu diubah pada komentar berikutnya yang dilaporkan sehari kemudian, yang menyatakan rekaman kotak hitam akan dianalisa di Iran.
Penundaan lebih lanjut dalam mengirim rekaman kotak hitam tersebut ke luar negeri kemungkinan akan meningkatkan tekanan internasional terhadap Iran, negara yang militernya menyatakan telah menembak pesawat itu karena kesalahan saat dalam keadaan siaga tingkat tinggi dalam jam-jam menegangkan setelah Iran menembakkan rudal ke pangkalan AS di Irak.
"Jika perbekalan dan peralatan yang tepat sudah disediakan, informasinya dapat dibawa keluar dan direkonstruksi dalam waktu singkat," kata Organisasi Penerbangan Sipil Iran dalam laporan awal keduanya tentang kecelakaan pesawat tersebut, yang dipublikasikan pada Senin malam.
Daftar peralatan yang dibutuhkan Iran telah dikirim ke Badan Kecelakaan Prancis (BEA) dan kepada Badan Keselamatan Transportasi Nasional AS, kata badan penerbangan Iran.
"Sampai sekarang, kedua negara ini belum memberikan respons positif mengenai pengiriman peralatan ke Iran," demikian pernyataan dari Organisasi Penerbangan Sipil Iran yang juga menyebutkan bahwa dua rudal TOR-M1 diluncurkan beberapa menit setelah pesawat Ukraina lepas landas dari Teheran.
Baca juga: PM Kanada: Iran harus pertanggungjawabkan penembakan pesawat Ukraina
Baca juga: PM Ukraina sebut negara dan maskapai akan beri santunan korban pesawat
"Tekanan Maksimum"
Badan penerbangan Iran menyatakan tidak mempunyai alat yang dibutuhkan untuk mengunduh informasi dari model kotak hitam pada Boeing 737 yang berusia tiga tahun itu.
General Electric Co telah menerima izin dari Departemen Keuangan AS untuk membantu dalam investigasi kecelakaan pesawat tersebut, kata juru bicara General Electric pada Reuters pada Selasa.
Di bawah undang-undang sanksi AS, Kantor Pengendalian Aset Asing Departemen Keuangan AS (OFAC) harus memberikan izin kepada investigator AS untuk berpartisipasi dalam penyelidikan dan melakukan perjalanan ke Iran.
General Electric memiliki kepemilikan bersama dengan Safran SA asal Prancis, perusahaan Prancis-AS CFM, yang membuat mesin pesawat tersebut.
Trudeau mengatakan bahwa data rekaman dalam kotak hitam tersebut harus segera diunduh.
"Dibutuhkan ahli yang berkualitas untuk melakukannya. Selain itu, teknologi dan peralatan yang memadai juga dibutuhkan, dan hal itu tidak ada di Iran," ucap Trudeau pada konferensi pers di Winnipeg, Manitoba.
"Ada konsensus luas dalam komunitas internasional bahwa Prancis akan menjadi tempat yang tepat untuk kotak hitam tersebut dan kami terus menekan Iran untuk melakukan hal itu," ujar PM Kanada itu.
Trudeau juga menyebut penolakan Teheran untuk mengakui dua kewarganegaraan menjadi suatu tantangan ketika harus membantu mendukung keluarga para korban yang berasal dari Kanada, di mana banyak dari mereka memiliki hubungan dekat dengan Iran.
Iran, yang setelah beberapa hari baru mengakui perannya dalam menjatuhkan pesawat dan mendulang protes dalam negeri sebagai hasilnya, menembakan misilnya kepada sasaran-sasaran AS untuk menanggapi serangan udara AS yang menewaskan Jenderal Qassem Soleimani di Irak pada 3 Januari.
Iran selama beberapa tahun telah menghadapi sanksi AS yang membatasi negara itu untuk membeli pesawat modern dan produk- produk lainnya yang berhubungan dengan teknologi AS. Banyak pesawat penumpang yang dimiliki Iran sudah berusia puluhan tahun.
Di bawah perjanjian nuklir Teheran tahun 2015 dengan negara-negara kekuatan dunia, Iran menerima keringanan sanksi sebagai imbalan untuk membatasi aktivitas pembuatan nuklirnya.
Namun, Washington menerapkan kembali sanksi itu setelah AS menarik diri dari perjanjian tersebut pada 2018, suatu langkah yang menyebabkan peningkatan ketegangan dalam beberapa bulan terakhir antara Amerika Serikat dan Iran.
Para pemerintah negara Eropa mengatakan mereka ingin menyelamatkan perjanjian tersebut, tetapi juga menyarankan bahwa mungkin sekarang waktunya untuk perjanjian yang lebih luas, yang sesuai dengan seruan Trump untuk kesepakatan yang membatasi aktivitas nuklir Iran termasuk program dan aktivitas misilnya di kawasan.
Akan tetapi, Iran menyatakan tidak akan bernegosiasi dengan sanksi yang masih berlaku.
Sejak bencana pesawat tersebut, kepala yurisdiksi Iran Ebrahim Raisi telah mengatakan bahwa kompensasi harus dibayarkan kepada keluarga korban, yang sebagian besar adalah orang Iran atau memiliki dua kewarganegaraan.
Kanada, Ukraina, Inggris, Afghanistan, dan Swedia, yang warga negaranya menjadi korban dalam pesawat jatuh tersebut menuntut pemerintah Iran untuk memberikan kompensasi.
Baca juga: Kanada: Kotak hitam pesawat jatuh di Iran harus dikirim ke Prancis
Baca juga: Iran anggap korban pesawat kewarganegaraan ganda sebagai warganya
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020