"Pada tahun 2016 yang lalu, Indonesia, Malaysia dan Filipina sudah menandatangani kesepakatan trilateral terkait dengan pengamanan wilayah perairan di kawasan," katanya, melalui pernyataan tertulis kepada Antara, di Jakarta, Rabu.
Kesepakatan tersebut mencakup kerja sama dalam melakukan patroli bersama dan pertukaran informasi (intelligence sharing) dalam rangka mengamankan perairan dari berbagai aksi kejahatan.
"Sayangnya, kesepakatan tersebut tidak dijalankan sehingga tingkat kerawanan di perairan tersebut masih tinggi," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Oleh karena itu, kata dia, untuk mengatasi penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf, Pemerintah RI harus mendesak Malaysia dan Filipina untuk bersama-sama menjalankan kerja sama pengamanan yang sudah pernah disepakati.
Kerja sama juga dapat meliputi penempatan "sea marshal" atau personel bersenjata pada kapal-kapal yang melewati jalur-jalur rawan.
Menurut dia, penggunaan teknologi, seperti alat-alat deteksi dan penginderaan jarak jauh yang dimiliki oleh angkatan bersenjata tiga negara juga dapat secara efektif mencegah berbagai aksi kejahatan di laut, termasuk penculikan.
Ia mencontohkan TNI yang sudah memiliki Pusat Informasi Maritim yang juga dibekali peralatan untuk membaca secara detil pergerakan kapal di wilayah perairan.
Charles mengingatkan untuk berkaca terhadap pengalaman di Selat Malaka bahwa kerja sama antarnegara dapat secara efektif memberantas kejahatan di perairan yang dulunya sangat rawan akan kejahatan perompakan, pembajakan dan pencurian itu.
"Kerja sama antara Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura dalam melakukan patroli bersama melalui operasi 'eye in the sky' (patroli udara) sudah menurunkan angka kejahatan di Selat Malaka secara drastis," kata Charles.
Terkait terulangnya kembali penculikan WNI oleh kelompok Abu Sayyaf, Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI itu mengutuk keras dan meminta pemerintah melakukan segala upaya untuk membebaskan WNI yang disandera kelompok tersebut.
Sebelumnya dilaporkan, penculikan WNI yang bekerja di Negeri Sabah Malaysia di perairan Tambisan, Tungku Lahad Datu, Sabah, Malaysia, kembali terjadi.
Dari delapan kru kapal semuanya WNI, lima orang diculik, dan tiga lainnya dibebaskan bersama kapalnya.
Ketiga WNI yang ditemukan bersama kapalnya adalah Abdul Latif (37), Daeng Akbal (20) dan Pian bin Janiru (36).
Sedangkan lima rekannya yakni Arsyad bin Dahlan (42) selaku juragan, Arizal Kastamiran (29), La Baa (32), Riswanto bin Hayono (27) dan Edi bin Lawalopo (53) dipastikan disandera.
Informasi yang diperoleh melalui siaran tertulis aparat kepolisian Tambisan, Sabtu (18/1) menyebutkan lokasi penculikan tidak jauh dari kasus yang menimpa Muhammad Farhan (27) Cs pada 23 September 2019 tepatnya di perairan Tambisan Tungku Lahad Datu.
Kali ini kejadiannya berlangsung pada Kamis (16/1) sekira pukul 20.00 waktu setempat saat kedelapan WNI ini menangkap ikan menggunakan kapal kayu dengan izin terdaftar Nomor SSK 00543/F.
Baca juga: Indonesia minta Malaysia tingkatkan penegakan hukum cegah penculikan
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020