Baca juga: Apa beda "hacking" dan "social engineering"?
"Pada 2019 kita menerima 2.300 terkait social engineering yang ujungnya adalah penipuan online. Dibandingkan laporan kejahatan lainnya, ekstrem sekali. Kita ada lima subdirektorat, empat di antaranya 100-an laporan," ujar Dhany di Jakarta.
Dhany mengatakan semua kasus yang dilaporkan ditindaklanjuti meski terdapat kendala terkait analisa data yang juga melibatkan pihak lain.
Lebih lanjut, Dhany mengatakan penipuan yang dilaporkan memakan kerugian yang beragam. "Mulai dari kerugian Rp300 ribu, Rp1 juta, sampai ada yang satu SIM card terkoneksi tujuh kartu korban," kata dia.
Modus penipuan, menurut Dhany, sama saja dari tahun ke tahun, namun metodenya berbeda seiring dengan perkembangan teknologi, yang terhangat adalah SIM swap, di mana pelaku mengganti SIM card pemilik dengan cara memanipulasi data.
"Yang biasanya share di media sosial itu bahaya. Ke depannya para pelaku mengincar data di media sosial, atau berpura-pura menjadi orang dekat, untuk mengambil data," kata Dhany.
Saat mengalami penipuan online, Dhany berpesan, korban segera melakukan langkah pertama dengan menghubungi bank untuk memblokir akun rekening. Selanjutnya, melapor kepada polisi dengan memberikan keterangan yang jelas.
"Karena penjelasan yang kronologis akan membantu kita dalam menentukan langkah awal untuk menindaklanjuti kasus," ujar Dhanny.
Baca juga: Prediksi ancaman kejahatan siber finansial tahun 2020
Baca juga: Potensi serangan siber pada 2020 menurut BSSN
Baca juga: Konsultan: Perusahaan perlu waspadai lima ancaman kejahatan siber
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020