• Beranda
  • Berita
  • Menperin ungkap strategi dorong ekspor industri nasional

Menperin ungkap strategi dorong ekspor industri nasional

24 Januari 2020 12:49 WIB
Menperin ungkap strategi dorong ekspor industri nasional
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (kiri) saat melakukan pertemuan dengan Vice President Global Public Policy Amazon Web Service, Michael Punke (kanan) pada rangkaian Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) 2020 di Davos, Swiss. (ANTARA/ Biro Humas Kementerian Perindustrian)

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkap strategi pemerintah untuk mendorong ekspor industri sebagai kontributor terbesar ekspor nasional, yakni mencapai 75,5 persen.

 

“Pada periode Januari-Desember 2019, nilai ekspor terbesar diberikan oleh industri makanan dan minuman sebesar 27,28 miliar dolar AS, kemudian industri logam dasar mencapai 17,37 miliar dolar AS, serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia mencapai 12,65 miliar dolar AS,” kata Menperin sesuai keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.

 

Langkah strategis yang dilakukan di sektor industri antara lain adalah pengembangan industri melalui peningkatan daya saing dan menyiapkan produk-produk unggulan.

 

Kedua, pemanfaatan Free Trade Agreement (FTA), misalnya melalui percepatan negosiasi FTA, ekspansi ke pasar nontradisional, dan inisiasi FTA bilateral sesuai dengan kebutuhan industri.

 

Guna memperluas pasar dan meningkatkan nilai ekspor produksi industri manufaktur nasional, Kemenperin sedang mengusulkan untuk menambah tiga atase perindustrian yakni di Beijing - China, Seoul - Korea Selatan, dan Abu Dhabi - Uni Emirat Arab. “Pemerintah terus berupaya memperluas pasar ekspor, terutama ke negara-negara nontradisional,” tegas Agus.

 

Hingga saat ini, Kemenperin memiliki tiga Atase Perindustrian di luar negeri, yakni di Tokyo - Jepang, Brussel - Belgia, dan Taipei - Taiwan.

 

Tugas perwakilan Kemenperin tersebut terkait dengan market and industrial intelligence, promosi kawasan industri dan investasi, serta pemasaran produk industri.

 

Ketiga, melakukan pengenalan industri ke pasar internasional melalui bantuan ekspor dan bantuan promosi, meningkatkan kapasitas produsen untuk ekspor, dan link & match dengan jaringan produksi global.

 

“Selanjutnya adalah dukungan fasilitas seperti fasilitasi pembiayaan ekspor, bantuan untuk kasus perdagangan tidak adil, dan penerapan instrumen Non-Tariff Measures (NTM) atau penghapusan hambatan ekspor,” sebutnya.

 

Salah satu fasilitas yang diberikan untuk mengerek ekspor produk industri, yaitu melalui Penugasan Khusus Ekspor (PKE).

 

PKE adalah penugasan yang diberikan pemerintah kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk menyediakan pembiayaan ekspor atas transaksi atau proyek yang secara komersial sulit dilaksanakan, tetapi dianggap perlu oleh pemerintah untuk menunjang kebijakan atau program ekspor dalam bentuk program National Interest Account (NIA).

 

“Program PKE tersebut bertujuan memperluas pasar ekspor industri, terutama ke pasar-pasar nontradisional. Sebagai contoh, PKE gerbong penumpang dan gerbong barang kereta api PT INKA ke Bangladesh,” imbuhnya.

 

Agus menambahkan, pemerintah juga telah menyusun fokus prioritas industri untuk meningkatkan ekspor yang meliputi pemprosesan minyak sawit dan turunannya, makanan, kertas dan produk kertas, karet remah, ban dan sarung tangan karet, kayu dan produk kayu, tekstil dan produk tekstil, alas kaki, kosmetik, sabun dan pembersihan.

 

Selain itu, kendaraan bermotor roda empat, kabel listrik, pipa dan perlengkapan pipa baja, mesin pertanian, elektronik konsumen, perhiasan, dan kerajinan tangan.

 

Kemudian, pemerintah telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai inisiatif untuk mempercepat pengembangan industri dengan mengimplementasikan Industri 4.0. Target utama dari kebijakan tersebut untuk mencapai aspirasi 10 besar ekonomi dunia pada tahun 2030.

 

“Ada tiga aspirasi utama, yaitu 10% kontribusi ekspor bersih terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dua kali peningkatan produktivitas untuk biaya, dan 2 persen dari bagian pengeluaran penelitian dan pengembangan (litbang) untuk PDB,” papar Menperin.

 

Lima sektor industri telah ditetapkan sebagai fokus prioritas Making Indonesia 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi, industri otomotif, industri kimia, dan industri elektronik.

 

“Sektor tersebut dipilih karena kontribusinya terhadap industri manufaktur 70 persen dari total PDB manufaktur, 65 persen untuk ekspor manufaktur, dan 60 persen dari total pekerja sektor industri,” pungkasnya.

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020