Kesepakatan bersama untuk menjaga kelestarian alam dan hutan di kawasan Cagar Biosefer Lore Lindu itu disampaikan sejumlah kepala desa dan tokoh masyarakat serta lembaga adat dari Kabupaten Sigi dan Poso pada musyawarah besar atau dalam bahasa Lindu adalah Libu Bete yang berlangsung di tepi Danau Lindu, Kabupaten Sigi, Senin.
Salah satu tokoh masyarakat dan adat di Dataran Lore Barat, Kabupaten Poso, Imanuel mengatakan sejak turun temurun para leluhur mereka telah memperlakukan hutan dan alam yang ada di wilayah tersebut dengan baik.
"Artinya nilai-nilai dari kearifan lokal, seperti menjaga dan memelihara hutan dan alam, sudah diberlakukan secara adat dengan memberikan sanksi adat bagi masyarakat yang terbukti mengganggu, termasuk keberadaan hutan dan alam disekitarnya," katanya.
Bahkan, kata dia, hingga kini lembaga adat yang ada masih memegang teguh dan memberlakukan aturan-aturan adat bagi masyarakat yang melakukan kegiatan-kegiatan, seperti penebang pohon pada zona-soza yang menjadi penyangga air.
"Dan sanksi adat berupa denda kerbau," kata dia.
Hal senada juga disampaikan Ketua Lembaga Adat Lindu, Nurdin. Ia mengatakan sekarang ini lembaga adat memberikan sanksi bagi mereka yang melakukan perambahan atau menebang pohon, tetapi hal itu sudah diberlakukan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka yang ada di Dataran Lindu. "Sanksi adat juga diberlakukan hingga saat ini," kata dia.
Masyarakat di Dataran Lindu, ujar dia, selama ini memberlakukan hutan dan alam yang ada di kawasan Taman Nasional Lore Lindu dengan baik. Masyarakat tidak semena-mena membuka lahan atau menebang kayu secara sembarangan, karena sanksinya memang ada dan itu dilakukan hingga saat ini.
Namun, seperti halnya yang diusulkan oleh masyarakat adat yang ada di Lore Barat,,Toro, dan Moa serta beberapa desa di Kecamatan Palolo dan Nokilalaki, sama dengan apa yang juga diharapkan oleh masyarakat yang ada di Dataran Lindu, mereka meminta kepada pemerintah untuk memberikan atau menetapkan wilayah-wilayah hutan adat untuk dikelola oleh masyarakat demi kesejahteraan dan peningkatan ekonomi.
"Pemerintah tidak usah khawatir kalau hutan adat diberikan kepada masyarakat di Kecamatan Lindu dan lainnya di Kabupaten Sigi dan Poso. Kami janji akan menjaga dan mengamankan serta tidak akan mengurangi fungsi dari kawasan konservasi yang ada, termasuk kawasan konservasi dan hutan lindung," katanya.
Baca juga: Kearifan lokal Masyarakat Lembah Bada dan Cagar Biosfer Lore Lindu
Selain melaksanakan musyawarah besar yang dihadiri sejumlah lembaga adat di Kabupaten Sigi maupun Poso, khususnya Lore Barat, kegiatan tersebut juga dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) kemitraan konservasi dengan Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) sebagai tanda keseriusan mereka dalam menjaga dan melestarikan kawasan konservasi di wilayah masing-masing.
Penandatangan PKS tersebut dilakukan 15 desa meliputi lima desa di Kecamatan Lore Barat, masing-masing lima desa di Kecamatan Ima Lindu dan Nokilalaki.
Penandatanganan PKS disaksikan Direktur Kawasan Konservasi pada Direktorat Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Diah Murtiningsih dan Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapata.
Baca juga: Pengamat burung minati hutan Taman Nasional Lore Lindu
Lima desa yang melalukan kerja sama di Kecamatan Lindu, terdiri atas Desa Puro'o, Desa Langko, Desa Tomado, Desa Anca dan Desa Olu. Semua desa yang telah menandatangani PKS dengan Balai Besar TNLL berkomitmen dan sepakat untuk tetap memelihara dan melestarikan hutan dan seluruh keanekaragaman hayati yang ada di dalam kawasan konservasi.
Sementara Direktur Kawasan Konservasi, Diah Murtiningsih menyatakan menyambut baik kesepakatan kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah dalam hal ini Balai Besar TNLL untuk mengolah dan menjaga bersama kawasan konservasi Cagar Biosfer Lore Lindu.
Kegiatan ini, katanya, merupakan suatu program untuk membangun pengelolaan kawasan konservasi bersama dengan masyarakat yang ada di sekitarnya..
Ia mengatakan sudah mendengar langsung bagaimana komitmen dari masyarakat, lembaga adat dan pemerintah daerah untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan hutan dan alam yang ada sebagai sumber penghidupan manusia.
Memang, kata dia, kita harus akui bahwa kawasan konservasi harus memberikan manfaat bagi masyarakat sehingga akses itu diberikan kepada mereka. Jika selama ini masyarakat telah merasakan manfaat dari kawasan konservasi yang ada di sekitarnya, maka sudah pasti mereka akan memeliharanya. Hal itu, katanya, sudah terbukti bahwa masyarakat di Lembah Bada dari nenek moyang sampai turun temurun sangath ramah dengan lingkungan hutan dan alam yang ada di lembah tersebut.
"Pemerintah tentu patut memberikan apresiasi yang besar kepada masyarakat dan pemerintah daerah atas dukungan dan kepedulian besar terhadap kawasan konservasi yang ada di wilayah Kabupaten Poso dan Sigi," katanya.
Baca juga: Bayar mahal demi lihat Toroku di Taman Nasional Lore Lindu
Kawasan konservasi TNLL sebagian masuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Poso dan sebagian lagi administrasi pemerintahan Kabupaten Sigi.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ujar Diah, patut berterima kasih kepada masyarakat, tokoh adat dan pemerintah daerah atas keikutsertaan dalam bersama-sama mnjaga kawasan konservasi, bukan hanya aset pemerintah dan masyarakat Kabupaten Poso dan Sulteng, tetapi aset bangsa dan negara Indonesia.
Menurut dia, dengan adanya perjanjian kerja sama kemitraan konservasi yang telah ditandatangani 15 kepala desa di Kabupaten Poso dan Sigi dengan Kepala Balai Besar TNLL, maka semakin memperkuat dan meyakinkan bahwa kawasan konservasi yang ada akan tetap terjaga kelestarian hutan dan alamnya.
Sementara Bupati Sigi Mohamad Irwan Lapata mengatakan pemerintah dan masyarakat di daerahnya, termasuk di Dataran Lindu, tetap berkomitmen untuk menjaga aset hutan dan alam yang ada di daerah itu.
Menurut dia, kerja sama yang dibangun antara masyarakat di 15 desa di Kecamatan Lore Barat dan Kecamatan Lindu, Palolo dan Nokilalaki dengan TNLL merupakan bukti bahwa masyarakat yang ada di sekitar kawasan menginginkan agar hutan dan alam yang ada patut untuk dijaga kelestariannya karena selama ini telah banyak memberikan manfaat bagi mereka.
Seperti yang disampai beberapa tokoh masyarakat dan adat, kata bupati , sejak turun temurun hingga saat ini masyarakat sangat penduli dengan kawasan hutan.
Bupati juga meminta kepada Direktur Kawasan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuitanan untuk bersama-sama memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, khususnya pengusulan penetapan hutan adat bagi masyarakat yang ada di daerahnya.
"Kami pemerintah bersama masyarakat berharap hutan adat yang telah diusulkan oleh masyarakat dan pemerintah daerah Sigi dapat disetujui. Saya juga sampaikan pemerintah pusat tidak perlu ragu. Ketika hutan adat itu diberikan, maka masyarakat bersama pemerintah daerah pasti akan menjaganya seperti yang diharapkan pemerintah pusat," ujar Irwan.
Pewarta: Anas Masa
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020