Satu garis hulu hilir bebas banjir

28 Januari 2020 10:32 WIB
Satu garis hulu hilir bebas banjir
Sejumlah mobil melintasi terowongan saat terjadi banjir di Jalan Angkasa, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Bencana pada 2020 di Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten memberi pesan penting bagi penghuninya. Bahwa sedang ada masalah dengan kondisi ekosistem di sana.

"Ada yang disebabkan kerusakan ekosistem, kerusakan ekologi, tapi juga ada yang memang karena kesalahan kita yang membuang sampah di mana-mana. Banyak hal," kata Presiden Joko Widodo usai membuka perdagangan Bursa Efek Indonesia, di Jakarta.

Dengan kondisi itu, cara pencegahan banjir pun terus dilakukan, baik di hulu, kawasan tengah hingga kawasan hilir.

Pada saat acara berdiskusi bersama wartawan pada Jumat (19/1/2020), dia mengatakan penanganan banjir harus ditangani dari hulu hingga ke hilir secara terpadu. "Penanganan ini dari hulu sampai hilir harus satu garis. Tidak bisa kerja sendiri-sendiri," katanya.

Di kawasan hulu baik di Bogor, Jawa Barat, maupun Lebak, Banten, dia memerintahkan untuk dilakukan rehabilitasi kawasan hutan. Penghijauan kembali bukit dan areal pegunungan diharap bisa menyimpan air dan mengurangi laju air ke kawasan yang lebih rendah. Tanaman vertiver atau akar wangi pun dipilih untuk ditanam sebagai penghijauan bukit selain tanaman kayu keras.

Sebelumnya ia juga memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyiapkan bibit vertiver sehingga program penghijauan dapat dilakukan pada Januari-Februari 2020, terutama di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Presiden Joko Widodo (ketiga kanan) memimpin rapat pencegahan dan penanganan dampak banjir di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (8/1/2020). ANTARA FOTO/Akbar Gumay


"Termasuk juga nanti saya minta ke KLHK agar sebanyak-banyaknya disiapkan di kabupaten-kabupaten yang ada untuk tanaman kerasnya," kata Jokowi.

Selain itu, pembangunan bendungan, waduk, dan situ juga dilakukan oleh pemerintah pusat. Saat ini tengah dibangun dua bendungan di Kabupaten Bogor yakni Bendungan Sukamahi dan Bendungan Ciawi.

Jokowi mendorong pemerintah daerah untuk membangun embung-embung penampung air. Untuk perbaikan di kawasan tengah, dirinya menjelaskan pemerintah pusat akan melebarkan sejumlah sungai nasional yang mengalir menuju Jakarta. "Di Jakarta ini ada 14 sungai, bukan hanya Ciliwung saja. Ada Pesanggrahan, Buaran, Cipinang, Sunter, dan lainnya. Semuanya perlu dilebarkan," kata Jokowi.

Pemerintah akan mengikuti "master plan" Drainase dan Pengendalian Banjir Jakarta 1973.

Teknis pengelolaan air
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (3/1/2020), memaparkan upaya pengelolaan aliran air di kawasan hilir.

Upaya itu di antaranya program normalisasi sungai, serta meneruskan pembangunan sudetan Kali Ciliwung yang menyalurkan air ke Kanal Banjir Timur.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan koordinasi dengan warga mengenai area yang akan digunakan untuk inlet sodetan.

Untuk sudetan dibutuhkan area untuk water inlet dan terowongan air sepanjang 600 meter untuk menyambung ke terowongan yang telah terpasang ke Kali Cipinang untuk dialirkan ke Kanal Banjir Timur.
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, memberikan keterangan pers seusai rapat kabinet terbatas membahas pencegahan dan penanganan dampak banjir di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (3/1/2020). ANTARA FOTO/Wahyu Putro


Ia menegaskan pembangunan inlet untuk air dan terowongan diperkirakan memakan waktu sekitar enam bulan hingga satu tahun.
Sudetan itu direncanakan dapat mengalirkan air dari Sungai Ciliwung sebesar 60 meter kubik per detik, sehingga diharap mengurangi beban Sungai Ciliwung dan mencegah banjir.

Debit air banjir di Sungai Ciliwung mencapai 570 meter kubik. Sehingga jika sodetan beroperasi maka debit air di sungai itu menjadi 510 meter kubik.

Selain itu untuk program normalisasi, maupun naturalisasi yang direncanakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, tetap membutuhkan pelebaran badan sungai, ujar Basuki.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan (tengah), bersama Gubernur Banten, Wahidin Halim (kiri), dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (kanan), mengikuti rapat pencegahan dan penanganan dampak banjir yang dipimpin Presiden Joko Widodo, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (8/1/2020). ANTARA FOTO/Akbar Gumay


Hal itu akan menambah daya tampung sungai yang melewati ibu kota tersebut.

Jokowi pun mengarahkan sungai-sungai nasional untuk dilebarkan, baik mengadopsi konsep normalisasi atau konsep naturalisasi. "Pembangunan ini bertahap tapi harus segera dilakukan. Dulu dibangun kanal banjir barat, lalu kanal banjir timur, normalisasi Kali Cipinang, normalisasi Ciliwung, Pesanggrahan. Silakan, yang paling penting segera dikerjakan di lapangan, kalau saya prinsip itu saja," kata dia.

Diharapkan dengan penanganan yang terpadu dan dikerjakan sedini mungkin dapat mengontrol debit air sungai dan mencegah banjir di Ibu Kota Jakarta.


Mufakat bebas banjir
Peneliti geografer perkotaan di Pusat Kebijakan dan Manajemen Iptek dan Inovasi LIPI, Galuh Indraprahasta, berpendapat sudah ada Badan Kerja Sama Bilateral (BKSB) Jabodetabekjur yang dibentuk untuk mengatasi banjir Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur.

Meski begitu dia berpikir itu tidak efektif karena hanya koordinatif tapi tidak ada kewenangan lebih luas untuk eksekusi. oleh karena itu, perlu ada badan alternatif diluar BKSB sehingga lebih bertaji dari sisi sumber daya manusia dan pendanaan.

“Salah satu alternatif saya pikir di bawah Ppesiden, atau kementerian atau lainya yang pasti harus punya otoritas dan sumber daya yang lebih baik dari yang sekarang,” ujar dia

Secara alamiah topografi Jakarta memang daerah paparan banjir dengan 13 sungai bermuara di sana. Terganggunya ekosistem oleh tekanan aktivitas manusia seperti pengambilan air tanah yang memicu penurunan muka tanah semakin memposisikan kota itu diujung tanduk.

Ancaman itu bertambah besar mana kala mitigasi krisis iklim global belum juga mampu menurunkan level emisi gas rumah kaca (GRK). Kota-kota besar dunia terancam tenggelam di pertengahan abad ini karena persoalan subsiden dan peningkatan level muka air laut, termasuk Jakarta.

Karenanya, Galuh mengatakan pengelolaan Jabodetabek tidak cukup dengan cara biasa-biasa saja. 

Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020