"Pertanyaannya apakah kita berhasil melakukan mainstreaming isu-isu lingkungan hidup ke dalam masyarakat atau pemilih," kata Burhanuddin dalam diskusi tentang tantangan konservasi masa depan yang dilakukan oleh WWF Indonesia di Jakarta, Rabu.
Dia mengambil contoh bagaimana negara-negara di Eropa memiliki satu suara terkait usaha pelestarian lingkungan karena isu lingkungan sudah berada dalam arus utama pembicaraan isu politik benua tersebut.
Menurut dia, dalam survei yang dilakukan lembaga tersebut permasalahan lingkungan belum menjadi hal prioritas bagi para pemilih di Indonesia, karena itu partai-partai pun tidak memberikan perhatian akan hal itu.
Dia mengharapkan jika masyarakat bergerak memunculkan gerakan seperti yang dilahirkan oleh Greta Thunberg, aktivis remaja asal Swedia yang berpidato di PBB menyerukan aksi mengekang perubahan iklim, maka pemangku kepentingan secara luas akan mulai menaruh perhatian.
Pendapat tersebut juga diamini oleh pemimpin redaksi koran Tempo Budi Setyarso yang juga menjadi panelis dalam diskusi tersebut.
Menurut dia, generasi muda kini sudah mulai menaruh perhatian terhadap isu lingkungan hidup. Masyarakat, kata dia, sudah mulai bergerak sendiri untuk mengatasi permasalahan lingkungan hidup dan tidak menunggu inisiatif pemerintah.
Kampanye larangan penggunaan kantung plastik sekali pakai yang melahirkan peraturan di beberapa daerah, seperti DKI Jakarta, kata Budi, merupakan salah satu contoh gerakan masyarakat sipil.
"Ini akan juga mempengaruhi pergerakan ke depan. Kalau ini bisa menjadi sebuah gerakan yang lebih masif, sebuah gerakan yang memiliki daya tekan terhadap langkah-langkah politik pemerintah dan DPR akan menjadi faktor penentu," kata dia.
Baca juga: Melemahnya perlawanan korupsi pengaruhi usaha pelestarian lingkungan
Baca juga: Pengamat: Kelompok sipil perlu tingkatkan posisi tawar isu lingkungan
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020