Masyarakat Adat Bayan Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat meminta Gunung Rinjani yang menjadi sumber kehidupan di Pulau Lombok untuk dijaga kelestariannya.Gunung Rinjani itu merupakan sumber kehidupan
"Gunung Rinjani itu merupakan sumber kehidupan untuk seluruh Pulau Lombok, seperti airnya," kata tokoh masyarakat adat Bayan yang juga Kepala Desa Senaru, Raden Akria Buana kepada Antara, Jumat.
Serta, dikatakan, Gunung Rinjani memiliki nilai spirit atau semangat bagi masyarakat adat Bayan yang tersebar di Kabupaten Lombok Utara dan Sembalun, Lombok Timur.
Menjaga Gunung Rinjani itu, kata dia, sudah menjadi tradisi turun temurun di masyarakat adat Bayan yang terbukti dari struktur adat Bayan yang dipimpin oleh pemangku dan di bawahnya ada "meloqa" atau kepala desa.
Tugas meloqa itulah yang menjaga flora fauna di Gunung Rinjani dan tidak boleh dirusak oleh siapapun termasuk dengan penggunaan alat modern.
Bagi masyarakat adat Bayan juga, Gunung Rinjani dipercaya sebagai tempat berkumpulnya roh-roh jalus yang menjaga gunung tersebut.
Masyarakat adat Bayan rutin menggelar kegiatan ritual "asuh gunung" di Gunung Rinjani.
Karena itu, masyarakat adat Bayan menolak tegas dengan rencana pembangunan kereta gantung di Gunung Rinjani. "Kami menolak tegas rencana pembangunan itu. Kami tidak ingin Gunung Rinjani menjadi rusak," katanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, Madani Mukarom menegaskan rencana pembangunan kereta gantung dengan mengambil latar Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) di Lombok, NTB berada di luar kawasan konservasi.
Ia mengatakan, pembangunan kereta gantung oleh PT Indonesia Lombok Resort itu, akan membentang sepanjang 10 kilometer dengan mengambil lokasi utama di Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah. Di mana, seluruh lintasan yang akan dilalui kereta gantung masuk dalam kawasan hutan lindung dan kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura).
"Jadi kawasannya itu masih di hutan lindung dan Tahura, belum masuk kawasan Rinjani yang selama ini dipersoalkan," ujar Madani.
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020