"Melalui workshop atau kriyaloka ini, kami memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dan juga masyarakat umum, bagaimana cara menulis artikel bahasa Bali dengan baik," kata Kepala Seksi Inventaris dan Pemeliharaan Dokumentasi Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Made Mahesa Yuma Putra saat membuka workshop tersebut, di Taman Budaya, Denpasar, Senin.
Kriyaloka tersebut menghadirkan dua pembicara yakni Prof Dr I Nyoman Darma Putra (dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana) dan Dr I Made Dian Samputra, MHum (dosen IHDN Denpasar) dengan dipandu Dewa Ayu Carma Citrawati (dosen Universitas Dwijendra). Kegiatan ini diikuti 50 peserta dari kalangan masyarakat, mahasiswa, dosen, dan perwakilan jurnalis.
"Melalui kegiatan ini, supaya generasi muda tidak antipati, khususnya dalam penulisan artikel bahasa Bali dan justru nantinya dapat lebih bergairah menulis artikel berbahasa Bali," ucapnya.
Kegiatan workshop semakin istimewa karena para peserta diwajibkan membuat judul karya artikel, yang kemudian disebarkan ke media sosial masing-masing seperti Instagram, Facebook dan sebagainya.
Sementara itu, pembicara Prof Nyoman Darma Putra membawakan materi berjudul " Ngripta Artikel Ilmiah Mabasa Bali".
Dosen ini lebih menekankan penulisan ilmiah berdasarkan data yang kuat. Membuat karya ilmiah dikatakan berbeda dengan cara memhuat puisi, cerpen dan sebagainya.
Penulisan karya ilmiah, yang baik adalah kemampuan membuat argumentasi yang baik, mampu menelurkan berbagai persoalan baru dengan data yang valid atau kuat.
"Kalau datanya lemah, argumennya lemah, bagaimana caranya menulis artikel imiah? Jadi menulis karya ilmiah bukan seperti menulis puisi, cerpen yang lebih ke ranah rasa seni dan sebagainya. Sedangkan karya ilmiah itu adalah metode menghadirkan persoalan baru dengan kajian, artinya menulis karya ilmiah. Ibarat perang, dimana pelurunya itu adalah data itu sendiri," ucapnya.
Sementara itu pembicara lainya, Dr. Dian Samputra menyoroti terkait pedoman atau "uger-uger" bahasa Bali dalam menulis karya ilmiah hingga kini belum ada kesepakatan bersama.
"Saat ini belum ada uger-uger bahasa Bali ilmiah, kalau dalam bahasa Indonesia ada ejaan yang disempurnaan. Mudah mudahan melalui kegiatan atau forum Bulan Bahasa Bali ada kajian, dari para pakar untuk membuat satu kesepakatan untuk membuat uger - uger dalam penulisan bahasa Bali," ucap Dian.
Kesulitan menulis artikel ilmiah berbahasa Bali, bila tidak dipersiapkan dengan matang maka jelas akan tidak menghasilkam tulisan yang baik. "Oleh karena itu, penguasaan cara menulis yang baik mesti diperhatikan dengan baik dan benar," ujarnya.
Bulan Bahasa Bali 2020 yang dilaksanakan dari 1-27 Februari mendatang, selain diawali dengan Festival Nyurat Lontar Massal, juga diisi lima kegiatan widyatula (seminar dan diskusi), 17 wimbakara (lomba), 14 sesolahan (pergelaran), 15 prasara (pameran), dan tiga kriyaloka (workshop).
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2020