• Beranda
  • Berita
  • Ahli onkologi: Program deteksi dini kanker di Indonesia belum jalan

Ahli onkologi: Program deteksi dini kanker di Indonesia belum jalan

4 Februari 2020 16:22 WIB
Ahli onkologi: Program deteksi dini kanker di Indonesia belum jalan
Ahli onkologi Prof DR Aru W Sudoyo saat diwawancarai di RSCM Jakarta, Selasa (4/2/2020). (ANTARA/Muhammad Zulfikar)
Ahli onkologi Prof DR Aru W Sudoyo mengatakan program deteksi dini atau skrining di Indonesia hingga saat ini masih belum berjalan dengan baik sehingga turut memicu tingginya angka kanker setiap tahun.

"Kanker itu saat ini di Indonesia sama juga dengan negara berkembang lainnya naik dengan amat pesat. Program deteksi dini belum jalan dan kita masih banyak bergerak di fasilitas kesehatan untuk pengobatan," kata dia di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan program deteksi dini merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui kanker dari stadium dini. Hal itu bisa berbentuk tes maupun pemeriksaan menggunakan alat tertentu.

"Tentunya harus menyangkut semua rakyat dan biayanya besar sekali," ujar dia.

Baca juga: Menkes: Kanker kategori penyakit tak diketahui penyebabnya

Baca juga: Kampanye bahaya mikroplastik digelar Kota Makassar peringati Hari Kanker se-Dunia


Khusus di Indonesia, deteksi dini yang baru jalan yaitu pemeriksaan atau tes Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) atau mendeteksi dini kanker serviks dan hal itu telah didukung oleh Ibu Negara Iriana.

Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 264 juta lebih maka diyakini pemerintah tidak akan mampu menjalankan program deteksi ini pencegahan kanker. Oleh karena itu, ia menyarankan dan mendorong agar ada bantuan dari komunitas atau lembaga swadaya masyarakat.

"Di sini Yayasan Kanker Indonesia masuk. Kami juga punya program deteksi dini sepanjang kemampuan dan tenaga dengan melakukan edukasi maupun pemeriksaan," katanya.

Ia menjelaskan tingginya angka kanker juga disebabkan oleh perubahan gaya hidup masyarakat yang sudah semakin kompleks dan rumit. Hal itu bisa dilihat dari tambahan porsi dan pola makan seseorang.

Sebagai contoh, seseorang lebih banyak makan yang mengandung lemak dan kurang serat, banyak mengonsumsi makanan cepat saji dan ditambah pula kurang aktivitas olahraga.

"Faktor tersebut lah yang memicu angka penyakit kanker naik pesat," kata Ketua umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) tersebut.

Tingginya angka penyakit mematikan itu juga tercatat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dimana pasien paling dominan yaitu penyakit onkologi atau kanker.

Kanker merupakan sebuah penyakit yang sudah menjadi masalah besar dan harus segera ditagani. Hal itu dikarenakan berimbas pada penderitaan pasien, kehilangan tenaga kerja maupun anggota keluarga termasuk beban pemerintah yaitu BPJS Kesehatan.

Baca juga: 93 persen anak-anak di dunia terpapar udara beracun setiap hari

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020