"Ya untuk menjaga hubungan antarlembaga ya sudahlah, dia di sana (kembali ke Mabes Polri) juga mungkin untuk pembinaan," kata Alexander di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Rabu.
Kompol Rossa Purbo Bekti disebut-sebut ditarik kembali ke Mabes Polri meski Polri menegaskan pihaknya tak menarik Kompol Rossa, artinya penggajian masih dilakukan KPK. Masa tugas Rossa di KPK adalah sampai September 2020.
Terkait pemberhentiannya, Rossa belum menerima surat resmi dari KPK. Begitu juga alasan pemberhentiannya, sebab selama ini dirinya belum pernah tersangkut kasus etik dan sebagainya.
"Lah kalau sudah ditarik duluan bagaimana? Kan sama seperti Sugeng dan Yadyn, kan belum selesai ditarik, artinya apa? Untuk pembinaan tidak harus selesai. Sayang kalau 10 tahun harus di KPK kan harus untuk pembinaan atau kenaikan pangkat lain kan gak bisa, kalau untuk pembinaan kenapa tidak?" ungkap Alexander.
Sugeng dan Yadyn adalah dua orang jaksa Kejaksaan Agung yang juga ditarik kembali ke lembaga asal meski masa tugasnya belum selesai 10 tahun. Sugeng yang pernah menjadi ketua tim yang memeriksa dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri ketika menjabat Deputi Penindakan KPK. Firli diperiksa karena diduga bertemu dengan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Zainul Majdi. Saat itu, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi divestasi Newmont Nusa Tenggara.
Satu lagi adalah Yadyn yang menjadi anggota tim analisis terkait Operasi Tangkap Tangkap (OTT) dalam kasus yang menjerat eks-Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan politikus PDIP Harun Masiku yang sampai saat ini masih buron.
Sedangkan Rossa diketahui juga ikut dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wahyu Setiawan dan Harun Masiku.
"Dia (Rossa) bukan penyidik kasus KPU, bukan penyidik, dia diperbantukan pada saat OTT, tapi bukan tim penyelidik, memang di KPK itu tim satuan tugasnya diperingkas paling enam hingga tujh orang, tapi kalau kegiatan luar, kita butuh tenaga banyak. Kita keluarkan springas, surat perintah penugasan, yang bersangkutan ikut di situ, tapi bukan tim penyelidik, makanya namanya gak ada di surat," tambah Alexander.
Alexander menegaskan SK pengembalian Rossa ke Polri sudah diterbitkan per 1 Februari 2020 dan ditembuskan ke mabes Polri sehingga sejak tanggal pengeluaran SK, Rossa tidak mendapat fasilitas apapun dari KPK.
"Biasanya pegawai yang diberhentikan dengan hormat, satu hari sebelum menerima SK, kartunya sudah diblokir semua. Tidak hanya pegawai, waktu Pak Firli sebagai deputi, satu hari sebelumnya juga kita sudah blokir. Prosedur di KPK seperti itu, satu hari sebelum yang bersangkutan diberhentikan dengan alasan apapun harus sudah menyerahkan seluruh kartu dan fasilitas yang diterima dari KPK termasuk kalau dia bawa komputer, surat penugasan dan lainnya. Jadi mekanismenya normal-normal saja, tidak harus tunggu 10 tahun baru dikembalikan," jelas Alex.
Wadah Pegawai KPK sebelumnya menyatakan siap siap membantu Rossa dengan cara urunan untuk menutup kebutuhan Rossa yang bersifat mendesak karena Rossa sudah tidak lagi mendapat gaji.
"Karena gaji Mas Rossa di KPK bulan Februari 2020 tidak dibayarkan sehingga tidak bisa untuk menafkahi keluarga. Kami sudah menyampaikan kepada Mas Rossa, pegawai KPK siap urunan membantu untuk biaya sekolah anak, biaya berobat, transportasi dan biaya lainnya yang mendesak," kata Ketua WP, Yudi Purnomo Harahap.
WP KPK juga mengatakan pengembalian sepihak dan tiba-tiba. WP pun menyayangkan hal tersebut.
"Seharusnya Mas Rossa diberikan penghargaan atas prestasinya mengungkap kasus korupsi seperti OTT KPU kemarin. Sehingga pengembalian ini seharusnya dibatalkan karena Mabes Polri pun tidak masalah Kompol Rossa tetap bekerja di KPK," ungkap Yudi.
Baca juga: Bambang Widjojanto kritik pengembalian penyidik KPK
Baca juga: WP KPK sayangkan pengembalian penyidik Rossa Purbo ke Polri
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020