"Pertanyaannya, mengapa corona sangat kuat pengaruhnya terhadap kepanikan global? Padahal secara kuantitas masih jauh dibandingkan dampak virus ebola maupun flu babi," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Rabu.
Salah satu buktinya, kata dia, kebijakan larangan perjalanan yang akan diterapkan pemerintah Indonesia terhadap barang-barang impor dari China.
Menurut dia, perilaku over communicate saat ini memang disebar di media massa maupun media sosial.
Untuk mengurangi kepanikan global, ia berpendapat tidak semua informasi harus dipublikasi, terlebih dengan sangat telanjang media membeberkan ancaman virus corona yang justru akan menimbulkan kepanikan.
"Jangan ada kesimpangsiuran Informasi. Pemerintah Indonesia segera melakukan antisipasi dengan cepat dan melibatkan kalangan universitas, para ahli kesehatan, ahli virus yang memiliki kredibilitas sebagai sumber informasi," ucapnya.
Di sisi lain, untuk merespon kegaduhan masyarakat terkait menyebarnya virus corona, Unair telah menggelar rapat sejumlah pihak.
Unair yang memiliki Lembaga Penyakit Tropik (LPT) atau "Institute of Tropical Diseases" dapat melakukan diagnosis terhadap virus corona.
"Unair memiliki sarana prasarana berupa LPT dan memiliki sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi," kata Koordinator Penanganan Corona Universitas Airlangga Prof Soetjipto dr., M.S., Ph.D.
Pada prinsipnya, lanjut dia, Unair siap membantu pemerintah dalam mendeteksi seseorang yang terindikasi corona.
Prof Tjip menambahkan, melalui kerja sama dengan Kobe University, LPT Unair dapat melakukan akses ke GISAID di Jerman.
Ia menjelaskan, dengan mengakses Genome Coronavirus maka LPT Unair dapat mendapatkan primer yang spesifik untuk mendeteksi Coronavirus 2019 dengan akurasi 99 persen.
Baca juga: WNA China dicurigai virus corona ke Cirebon berlatih tari tradisional
Baca juga: Grand Prix China terancam batal karena wabah virus corona
Baca juga: Garuda siap evakuasi WNI di luar Wuhan, untuk kembali ke Tanah Air
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2020