Banyak pengamat mengatakan sektor properti sedang dalam kondisi lesu, namun konsep co-living atau persewaan properti mulai digemari kaum milenial sebagai alternatif.Hasil survei kami sekitar 47,4 persen pilih tinggal di kos-kosan, kemudian sebanyak 47,1 persen berkeinginan untuk tinggal di apartemen...
"Untuk bisa tumbuh pengembangnya harus kreatif dalam membuat produk dan harga terjangkau. Jika itu terpenuhi, saya yakin market meningkat,” Department Head Research and Consultancy PT Savills Consultants Indonesia Anton Sitorus dalam informasi tertulis yang diterima Antara di Jakarta. enarik, terutama mengenai harga.
Menurutnya, salah satu konsep yang saat ini tengah digemari adalah co-living. Namun kata dia, jika konsep co-living ditawarkan dengan harga tinggi, pembelinya tentu juga akan terbatas. “Pasar co-living seperti properti lain. Pasarnya ada, asalkan harga cocok,” katanya.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda. Menurutnya, saat ini harga properti sudah sangat tinggi sehingga kesulitan untuk dijual.
“Hasil survei kami sekitar 47,4 persen pilih tinggal di kos-kosan, kemudian sebanyak 47,1 persen berkeinginan untuk tinggal di apartemen, sedangkan sisanya memilih tinggal di kediaman keluarga atau saudara," katanya.
Berdasarkan riset IPW, saat ini ada sebanyak 39,9 persen kaum milenial tinggal di kos atau apartemen dengan besaran sewa di bawah Rp 2 juta per bulan, sebanyak 38,5 persen menyewa dengan harga Rp 2-3 juta per bulan, dan 21,6 persen menyewa dengan harga di atas Rp3 juta per bulan.
Besarnya pasar kosan di kota-kota besar ini diakui oleh salah satu penyedia hunian, PT Hoppor International. Perusahaan yang dikenal dengan nama Kamar Keluarga itu mengatakan bahwa setiap tahun tren penyewa kosan terus tumbuh.
Baca juga: BI optimistis outlook permintaan properti 2020 makin baik
Baca juga: Konsultan: Pembeli properti Asia mulai tunjukkan optimisme 2020
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020