"Presiden berwenang menilai atau menaksir sendiri seberapa berat beban kerja kementerian sehingga memerlukan pengangkatan wakil menteri," tutur Direktur Litigasi Peraturan Perundangan-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Ardiansyah, dalam sidang uji materi UU Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.
Presiden, kata dia, dapat mengangkat wakil menteri apabila struktur organisasi yang ada dianggap belum mencukupi dan belum mampu mengerjakan semua tugas kementerian.
Struktur organisasi kementerian terdiri atas sekretariat jenderal, direktorat jenderal, inspektorat jenderal, dan badan, sesuai pasal 9 ayat (2) UU Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara atau terdiri atas sekretariat kementerian, inspektorat dan deputi, sesuai pasal 9 ayat (3).
"Menurut pemerintah, tidak terdapat persoalan atau melanggar konstitusionalitas walaupun tidak disebut secara tegas dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945," kata Ardiansyah.
Ada pun uji materi pasal 10 UU Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara itu diajukan Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusional, Bayu Segara, serta mahasiswa Novan Lailatul Rizky.
Dalam permohonannya, mereka mendalilkan wakil menteri tidak terdapat dalam susunan organisasi pada setiap kementerian negara yang menjalankan urusan pemerintahan serta tidak memiliki kedudukan, tugas, dan fungsi yang jelas.
Menurut pemohon Pasal 10 yang mengatur tentang jabatan wakil menteri itu bertentangan dengan pasal 1 ayat (3) dan pasal 17 ayat (1) UUD 1945.
Penambahan posisi wakil menteri, menurut pemohon, bukan hanya menyebabkan inefisiensi, tetapi juga pemborosan APBN untuk membiayai gaji, tunjangan, fasilitas untuk wakil menteri dan staf.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020