Di Washington, Agus akan bertemu dengan United States Trade Representative (USTR) Robert Lighthizer pada Kamis (13/2) guna membahas sejumlah item yang belum disepakati kedua negara.
"GSP ini menguntungkan bagi kita supaya produk ekspor Indonesia kembali mendapatkan fasilitas insentif tarif preferensial umum," katanya ditemui di Washington DC, AS, Rabu malam waktu setempat.
Agus menuturkan dengan selesainya perundingan soal GSP, diharapkan dapat mendongkrak ekspor produk Indonesia ke AS. Di sisi lain, bagi AS, pemberian GSP juga menguntungkan karena sebagai importir, negara itu akan mendapatkan barang berkualitas dengan lebih murah
Ada beberapa GSP produk seperti plywood, bawang bombay, madu buatan, sirup, gula dan bahan rotan olahan khusus kerajinan tangan, yang akan dibahas.
Ada pula pembahasan khusus terkait GSP bagi produk hortikultura, data lokalisasi dan reasuransi yang masih jadi catatan bagi pihak AS.
"Jadi nanti dibahas untuk difinalisasi. Tiga hal ini kita memang masih bahas item per item," katanya.
Menurut Agus, penyelesaian GSP terus molor sejak dijanjikan rampung akhir tahun 2019 lalu dikarenakan banyak hal, termasuk perlunya peningkatan koordinasi antara kementerian/lembaga.
"Di sini akan kita selaraskan semua," ujarnya.
Amerika Serikat mengevaluasi GSP dalam konteks country review lantaran negara itu masih mengalami defisit perdagangan barang dengan Indonesia sebesar 8,4 dolar AS, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang 2019.
Selain diagendakan bertemu dengan USTR, Agus juga akan menghadiri forum bisnis untuk bertemu para pelaku bisnis di AS serta mendorong peningkatan ekspor ke negeri Paman Sam.
Agus juga akan hadir dalam forum investasi di bidang infrastruktur, energi dan konektivitas digital yang juga dihadiri Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate serta Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2020