"Menurut undang-undang orang kehilangan status kewarganegaraannya dengan beberapa alasan, antara lain ikut dalam kegiatan tentara asing," kata Mahfud kepada wartawan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis.
Hal itu, lanjut dia, berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan pasal 23 ayat 1 huruf d, yang menyebutkan kehilangan kewarganegaraan disebabkan karena "masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden".
Selain itu, kata Mahfud, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia, pencabutan itu dilakukan oleh presiden harus melalui proses hukum.
"Bukan pengadilan ya. Proses hukum administrasi diteliti oleh menteri lalu ditetapkan oleh presiden. Jadi, jangan mempertentangkan saya dengan Pak Moeldoko (KSP). Pak Moeldoko benar kehilangan status kewarganegaraan secara otomatis," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Namun, pencabutan kewarganegaraan itu harus ada proses administrasinya, dimana hukum administrasi itu diatur di pasal 32 dan pasal 33.
"Bahwa itu nanti menteri memeriksa ya sesudah oke serahkan ke Presiden. Presiden mengeluarkan itu proses hukum namanya proses hukum administrasi. Jadi, bukan proses pengadilan. Jadi, benar Pak Moeldoko itu," jelas Mahfud.
Pencabutan status kewarganegaraan itu, sebut Mahfud, dapat dituangkan dalam keputusan Presiden.
"Iya (Keppres), tapi bukan proses pengadilan ya," katanya.
Terkait proses penerbitan Keppres soal pencabutan kewarganegaraan WNI eks itu, kata Mahfud, bisa ditanyakan langsung kepada Presiden Jokowi.
"Kalau itu tanya ke Presiden," tutur Mahfud.
Baca juga: Mahfud sebut Pemerintah tak cabut status kewarganegaraan WNI eks ISIS
Baca juga: Anak-anak WNI eks ISIS terlantar, Mahfud: Silahkan lapor
Baca juga: Mahfud sebut mantan Kombatan ISIS tak akui sebagai WNI
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020