"Ketika radikalisme sudah merambat ke bangsa dan negara, akan berbahaya bila dibiarkan berkembang karena bisa berpotensi melakukan kekerasan atau pemberontakan kepada suatu negara atau pemerintahan yang sah," kata Ahmad Solihin, saat menjadi pemateri pada seminar kebangsaan dan dialog kebangsaan di Pontianak, Jumat.
Baca juga: Wapres Ma'ruf: Deradikalisasi bukan sesuatu yang mudah
Baca juga: Analis: Pemahaman parsial picu sikap keras dan intoleran
Baca juga: BPIP: Intoleran akibat tidak biasa berpikir reflektif
Ia menjelaskan, radikalisme itu sendiri, yaitu salah satu paham ideologi yang menurut perubahan sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan. "Radikalisme terdiri dua yaitu, radikalisme kanan dan radikalisme kiri," katanya.
Ia menambahkan, radikalisme kanan berlatar belakang agama yang cenderung dibangun berdasarkan pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama, sedangkan radikalisme kiri dibangun berdasarkan kesamaan ideologi bernegara.
Ciri dari radikalisme itu sendiri diantaranya yaitu, mengklaim kebenaran tunggal dengan cara menyesatkan kelompok lain yang tidak sependapat dengannya, dan seolah-olah paling bertanggungjawab untuk meluruskan kembali manusia yang tidak sepaham dengannya.
Ia juga menambahkan bahwa banyaknya generasi muda yang saat ini tidak mengetahui perjuangan dari leluhur pendiri bangsa, sehingga dengan mudahnya kelompok itu, baik secara diam-diam atau terang-terangan ingin mengganti dasar negara Republik Indonesia.
Baca juga: Polres Bangka akan tempatkan polisi di setiap mesjid
Sementara itu, Wadir Intelkam Polda Kalbar, AKBP Yusuf Setyadi menyatakan, salah satu ciri-ciri radikalisme, yakni apapun perbuatannya berdampak negatif, yang selalu mengklaim kebenaran tunggal, sementara yang lainnya selalu dinilai salah.
"Kemudian dia menganggap dirinya itu paling benar, dan menganggap kelompok atau lainnya selalu salah," ujarnya.
Dalam penanganan radikalisme, diperlukan upaya pengelolaan kemajemukan secara komprehensif dan holistik serta multidimensi yang melibatkan partisipasi seluruh komponen bangsa, dalam rangka terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia.
Baca juga: Peradilan "in absentia" dapat dibuat tentukan nasib WNI eks ISIS
Pewarta: Andilala
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020